The Green School

The Green School
Jl. Jatiluhur Bloh H/4 Komplek Baranang Siang Indah

Rabu, 28 April 2010

KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA (BAGIAN 3)


36. Kerajaan Linge

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kerajaan Linge adalah sebuah kerajaan kuno di Aceh. Kerajaan ini terbentuk pada tahun 1025 M (416 H) dengan raja pertamanya adalah Adi Genali. Adi Genali (Kik Betul) mempunyai empat orang anak yaitu: Empuberu, Sibayak Linge, Merah Johan, Merah Linge. Reje Linge I mewariskan kepada keturunannya sebilah pedang dan sebentuk cincin permata yang berasal dari Sultan Peureulak Makhdum Berdaulat Mahmud Syah (1012-1038 M). Pusaka ini diberikan saat Adi Genali membangun Negeri Linge pertama di Buntul Linge bersama dengan seorang perdana menteri yang bernama Syekh Sirajuddin yang bergelar Cik Serule.

37. Kesultanan Perlak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Peureulak diarahkan ke halaman ini. Untuk kecamatan di Kabupaten Aceh Timur, lihat Peureulak, Aceh Timur
Peta kerajaan Islam Peureulak dan Pasai.
Kesultanan Peureulak adalah kerajaan Islam di Indonesia yang berkuasa di sekitar wilayah Peureulak, Aceh Timur, Aceh sekarang antara tahun 840 sampai dengan tahun 1292. Perlak atau Peureulak terkenal sebagai suatu daerah penghasil kayu perlak, jenis kayu yang sangat bagus untuk pembuatan kapal, dan karenanya daerah ini dikenal dengan nama Negeri Perlak. Hasil alam dan posisinya yang strategis membuat Perlak berkembang sebagai pelabuhan niaga yang maju pada abad ke-8, disinggahi oleh kapal-kapal yang antara lain berasal dari Arab dan Persia. Hal ini membuat berkembangnya masyarakat Islam di daerah ini, terutama sebagai akibat perkawinan campur antara saudagar muslim dengan perempuan setempat.

Naskah Aceh

Naskah Hikayat Aceh mengungkapkan bahwa penyebaran Islam di bagian utara Sumatera dilakukan oleh seorang ulama Arab yang bernama Syaikh Abdullah Arif pada tahun 506 H atau 1112 M. Lalu berdirilah kesultanan Peureulak dengan sultannya yang pertama Alauddin Syah yang memerintah tahun 520–544 H atau 1161–1186 M. Sultan yang telah ditemukan makamnya adalah Sulaiman bin Abdullah yang wafat tahun 608 H atau 1211 M.[1]
Chu-fan-chi, yang ditulis Chau Ju-kua tahun 1225, mengutip catatan seorang ahli geografi, Chou Ku-fei, tahun 1178 bahwa ada negeri orang Islam yang jaraknya hanya lima hari pelayaran dari Jawa.[2] Mungkin negeri yang dimaksudkan adalah Peureulak, sebab Chu-fan-chi menyatakan pelayaran dari Jawa ke Brunai memakan waktu 15 hari. Eksistensi negeri Peureulak ini diperkuat oleh musafir Venesia yang termasyhur, Marco Polo, satu abad kemudian. Ketika Marco Polo pulang dari Cina melalui laut pada tahun 1291, dia singgah di negeri Ferlec yang sudah memeluk agama Islam.[3]

Perkembangan dan pergolakan

Sultan pertama Perlak adalah Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah, yang beraliran Syiah dan merupakan keturunan Arab dengan perempuan setempat, yang mendirikan Kesultanan Perlak pada 1 Muharram 225 H (840 M). Ia mengubah nama ibukota kerajaan dari Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah. Sultan ini bersama istrinya, Putri Meurah Mahdum Khudawi, kemudian dimakamkan di Paya Meuligo, Peureulak, Aceh Timur.[4]
Pada masa pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah, aliran Sunni mulai masuk ke Perlak. Setelah wafatnya sultan pada tahun 363 H (913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni sehingga selama dua tahun berikutnya tak ada sultan.
Kaum Syiah memenangkan perang dan pada tahun 302 H (915 M), Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah naik tahta. Pada akhir pemerintahannya terjadi lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang kali ini dimenangkan oleh kaum Sunni sehingga sultan-sultan berikutnya diambil dari golongan Sunni.
Pada tahun 362 H (956 M), setelah meninggalnya sultan ketujuh, Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi lagi pergolakan selama kurang lebih empat tahun antara Syiah dan Sunni yang diakhiri dengan perdamaian dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian:
  • Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986988)
  • Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023)
Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal sewaktu Kerajaan Sriwijaya menyerang Perlak dan seluruh Perlak kembali bersatu di bawah pimpinan Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat yang melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006.

Penggabungan dengan Samudera Pasai

Sultan ke-17 Perlak, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (memerintah 12301267) menjalankan politik persahabatan dengan menikahkan dua orang putrinya dengan penguasa negeri tetangga Peureulak:
Sultan terakhir Perlak adalah sultan ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (memerintah 12671292). Setelah ia meninggal, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah pemerintahan sultan Samudera Pasai, Sultan Muhammad Malik Al Zahir, putra Al Malik Al-Saleh.

Daftar Sultan Perlak

Sultan-sultan Perlak dapat dikelompokkan menjadi dua dinasti: dinasti Syed Maulana Abdul Azis Shah dan dinasti Johan Berdaulat. Berikut daftar sultan yang pernah memerintah Perlak.
  1. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840864)
  2. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864888)
  3. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888913)
  4. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915918)
  5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928932)
  6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (932956)
  7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956983)
  8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat [5] (9861023)
  9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (10231059)
  10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (10591078)
  11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (10781109)
  12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (11091135)
  13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (11351160)
  14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (11601173)
  15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (11731200)
  16. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (12001230)
  17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (12301267)
  18. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (12671292)

38. Kesultanan Pasir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kesultanan Pasir yang sebelumnya bernama Kerajaan Sadurangas, berdiri pada tahun 1516 dan dipimpin oleh seorang wanita (Ratu I) yang dinamakan Putri Di Dalam Petung. Wilayah kekuasaan kerajaan Sadurangas meliputi Kabupaten Pasir yang ada sekarang, ditambah dengan Kabupaten Penajam Paser Utara (tanpa Penajam) dan wilayah timur Provinsi Kalimantan Selatan.[1] Tetapi belakangan wilayah Kesultanan Pasir berkurang karena wilayah timur Kalimantan Selatan ini menjadi daerah terpisah yaitu Kerajaan Tanah Bumbu.

Sejarah

  • Menurut Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, Pasir salah satu daerah taklukan Gajah Mada dari Majapahit.
  • Menurut Salasilah Kutai, seorang putera dari Maharaja Sakti bin Aji Batara Agung Paduka Nira menjadi raja muda di Pasir. Putera dari raja muda tersebut yang bernama Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya kemudian dilantik menjadi Raja Kutai Kartanegara V menggantikan Raja Kutai Kertanegara IV Aji Raja Mandarsyah.
  • Menurut Hikayat Banjar yang bab terakhirnya ditulis tahun 1663, sejak masa kekuasaan Rahadyan Putra/Raden Suryacipta yang bergelar Maharaja Suryanata (= Raden Aria Gegombak Janggala Rajasa), pangeran dari Majapahit yang menjadi raja ke-2 Negara Dipa (= Banjar kuno) pada zaman Hindu, orang besar (penguasa) Pasir sudah menjadi taklukannya. Pasir dalam Hikayat Banjar disebutkan sebagai salah satu tanah yang di atas angin (= negeri di sebelah timur atau utara) yang takluk/menyerahkan upeti kepada Maharaja Suryanata hingga masa Maharaja Sukarama, selanjutnya sampai masa Sultan Suriansyah.[2]
  • 1636, Pasir kembali ditaklukan atas bantuan VOC sesuai Perjanjian 4 September 1635, antara Sultan Banjar dengan VOC.
  • Menurut Hikayat Banjar, orang besar/adipati Pasir, Aji Tunggul menjadi bawahan Sultan Banjar, Mustainbillah yang berkuasa tahun 1595-1642. Ketika itu keraton Kesultanan Banjar telah dipindahkan dari Banjarmasin ke daerah Batang Banyu karena sebelumnya pada tahun 1612 diserang VOC, tatkala itu Marhum Panembahan (= Mustainbillah) menyuruh Kiai Lurah Cucuk membawa sebuah perahu beserta awak perahu empat puluh orang untuk menjemput Aji Tunggul dengan anak-isteri serta keluarganya. Ketika tiba di keraton Banjar waktu itu berada di daerah Batang Banyu, Aji Ratna puteri Aji Tunggul dinikahkan dengan Dipati Ngganding (adipati Kotawaringin) kemudian memperoleh dua anak, Andin Juluk dan Andin Hayu. Kemudian Andin Juluk menikahi Pangeran Dipati Anta-Kasuma putera Sultan Mustainbillah dengan permaisuri Ratu Agung yaitu yang kelak menjabat adipati/raja Kotawaringin menggantikan Dipati Ngganding. Pasangan Anta-Kasuma dan Andin Juluk ini memperoleh empat anak : Putri Gelang, Raden Tuan, Raden Pamadi dan Raden Nating. Sedangkan Andin Hayu menikahi Pangeran Dipati Tapasena putera Sultan Mustainbillah dari selir orang Jawa, kemudian memperoleh anak Pangeran Aria Wiraraja dan Putri Samut.
  • Perkawinan puteri Aji Tunggul yang lainnya, Sri Sukma Dewi yang bergelar Putri di Dalam Petung dengan Abu Mansyur Indra Jaya (pimpinan ekspedisi agama Islam dari Giri) yang dikaruniai empat orang anak, yaitu
    1. Aji Mas Pati Indra
    2. Aji Putri Mitir,
    3. Aji Mas Anom Indra, dan
    4. Aji Putri Ratna Beranak
Putri di Dalam Petung merupakan gelar anumerta yang berkaitan dengan mitos putra/putri yang keluar dari buluh betung sebagai cikal bakal dinasti raja-raja yang terdapat dalam mitos Melayu.
  • Menurut Hikayat Banjar, beberapa tahun kemudian (1607?), cucu Aji Tunggul yaitu Raden Aria Mandalika (= Aji Mas Pati Indra?) putera dari priyayi dari Giri yang menikah dengan puteri dari Aji Tunggul datang berkunjung ke Kesultanan Banjar ketika keraton berada di Martapura, kemudian Raden Aria Mandalika oleh Sultan Mustainbillah dinikahkan dengan cucunya Putri Limbuk/Dayang Limbuk puteri dari swargi Pangeran Dipati Antasari. Dengan adanya perkawinan ini maka Aji Tunggul tidak lagi diharuskan mengantarkan upeti tiap-tiap tahun seperti zaman dahulu kala, karena upeti tersebut sudah diberikan kepada Putri Limbuk/Dayang Limbuk, kecuali hanya jika ada suruhan dari Marhum Panembahan untuk memintanya atau mengambilnya. Dengan demikian Raden Aria Mandalika menjadi raja muda di Pasir sebagai perwakilan Kesultanan Banjar. Pasangan Aria Mandalika dan Putri Limbuk ini memperoleh anak bernama Raden Kakatang. Setahun setelah kelahiran Raden Kakatang, Sultan Mustainbillah kemudian mangkat. Dengan demikian maka penguasa Pasir kemungkinan masih termasuk trah Sultan Banjar IV Marhum Panembahan, Raja Kutai Kartanegara II Aji Batara Agung Paduka Nira dan bangsawan dari Giri.
  • Menurut Hikayat Banjar, Sultan Mustain Billah menyuruh Kiai Martasura ke Makassar (= Gowa) untuk menjalin hubungan bilateral kedua negara pada masa Karaing Patigaloang (= Raja Tallo' yaitu I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang yang menjabat mangkubumi Sultan Malikussaid Raja Gowa 1638-1654), ia meminjam Pasir kepada Marhum Panembahan sebagai tempat berdagang dan bersumpah apabila anak cucunya hendak aniaya dengan negeri Banjar maka akan dibinasakan Allah. Maka diberikan desa namanya Satui, Asam-Asam, Kintap, Swarangan, Banacala, Balang Pasir dan Kutai dan Berau serta Karasikan[2]. Peristiwa pada abad ke-17 ini menunjukkan pengakuan Makassar (Gowa-Tallo) mengenai kekuasaan Kesultanan Banjar terhadap daerah di sepanjang tenggara dan timur pulau Kalimantan. Pada masa itu Sultan Makassar terfokus untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di kawasan timur Nusantara. Tetapi pada abad ke-18 Raja Bugis-Wajo, La Madukelleng menawan daerah Kutai dan Pasir serta berupaya menyerang Banjarmasin.
  • 1765, VOC membantu Sultan Banjar Tamjidullah I untuk menaklukan Pasir kembali untuk memungut upeti.
  • 1787, Pasir sebagai salah satu vazal Banjarmasin yang diserahkan Sultan Banjar Tahmidullah II kepada VOC dalam Traktat 13 Agustus 1787 ketika Banjar [beserta Kalimantan] menjadi tanah yang dipinjam dari VOC atau sebagai daerah protektorat VOC.
  • 1797, Kedaulatan atas Pasir [dan Pulau Laut] diserahkan kembali oleh VOC kepada Sultan Banjar Tahmidullah II. Belanda kemudian digantikan oleh kolonial Inggris.
  • 1817, Pasir diserahkan sebagai daerah pendudukan Hindia Belanda dalam Kontrak Persetujuan Karang Intan I pada 1 Januari 1817 antara Sultan Sulaiman dari Banjar dengan Hindia Belanda diwakili Residen Aernout van Boekholzt. Hal ini terjadi setelah Belanda masuk kembali ke Kalimantan menggantikan Inggris.
  • 1823, Pasir menjadi daerah pendudukan Hindia Belanda dalam Kontrak Persetujuan Karang Intan II pada 13 September 1823 antara Sultan Sulaiman dari Banjar dengan Hindia Belanda diwakili Residen Mr. Tobias.
  • 1826, Pasir ditegaskan kembali menjadi daerah pendudukan Hindia Belanda menurut Perjanjian Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar dengan Hindia Belanda yang ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada tanggal 4 Mei 1826 atau 26 Ramadhan 1241 H.
  • 1906-1918, masa perjuangan rakyat Pasir melawan pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
  • Hingga 1959, Wilayah Pasir berstatus kawedanan di dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.

Penguasa Pasir

Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe

Kesultanan Pasir merupakan salah satu daerah leenplichtige landschappen dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178.

39. Kerajaan Kotawaringin

Kerajaan Kotawaringin
Locator kalteng final.png
Lokasi Kerajaan Kotawaringin,
Kalimantan Tengah
Berdiri
Didahului oleh
Digantikan oleh
Pemerintahan
-Raja pertama
-Raja terakhir
Sejarah
-Didirikan
-Zaman kejayaan
-Krisis suksesi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia,

















Kerajaan Kotawaringin adalah sebuah kerajaan Islam di wilayah yang menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat saat ini di Kalimantan Tengah yang didirikan pada tahun 1637[1] sesuai dengan Hikayat Banjar dan Kotawaringin (Hikayat Banjar versi I) yang bagian terakhirnya saja ditulis tahun 1663 dan diantara isinya menceritakan tentang Kerajaan Kotawaringin.
Kotawaringin merupakan nama yang disebutkan dalam Hikayat Banjar dan Kakawin Negarakretagama, seringpula disebut Kuta-Ringin, karena dalam bahasa Jawa, ringin berarti beringin.
Negeri Kotawaringin disebutkan sebagai salah daerah di negara bagian Tanjung Nagara (Kalimantan-Filipina) yang tunduk kepada Majapahit. Sebelum diperintah langsung oleh Dinasti Banjarmasin, Kotawaringin menjadi wilayah Kerajaan Tanjungpura yang diperintah oleh orang Melayu. Tanjungpura menguasai wilayah dari Tanjung Dato (Sambas) sampai Tanjung Puting. Menurut suku Dayak yang tinggal di hulu sungai Lamandau, mereka merupakan keturunan Patih Sebatang yang berasal dari Pagaruyung (Minangkabau).
Sejak diperintah Dinasti Banjarmasin, Kotawaringin secara langsung menjadi bagian dari Kesultanan Banjar, sehingga sultan-sultan Kotawaringin selalu memakai gelar Pangeran jika mereka berada di Banjar. Tetapi di dalam lingkungan Kotawaringin sendiri, para Pangeran yang menjadi raja juga disebut dengan Sultan.[2]
Kerajaan Kotawaringin merupakan pecahan kesultanan Banjar pada masa Sultan Banjar IV Mustainbillah yang diberikan kepada puteranya Pangeran Dipati Anta-Kasuma. Sebelumnya Kotawaringin merupakan sebuah kadipaten, yang semula ditugaskan oleh Sultan Mustainbillah sebagai kepala pemerintahan di Kotawaringin adalah Dipati Ngganding (1615)?. Oleh Dipati Ngganding kemudian diserahkan kepada menantunya Pangeran Dipati Anta-Kasuma. Menurut Hikayat Banjar, wilayah Kotawaringin adalah semua desa-desa di sebelah barat Banjar (sungai Banjar = sungai Barito) hingga sungai Jelai.[3] Jadi pada mulanya wilayah Kerajaan Kotawaringin meliputi wilayah paling barat Provinsi Kalimantan Tengah kemudian termasuk pula desa-desa di sebelah barat negeri Banjar yaitu wilayah Provinsi Kalimantan Tengah saat ini kecuali Tanah Dusun (Barito Hulu). Bahkan Kotawaringin sempat menguasai sebagian Kalimantan Barat dengan menjajah negeri Matan dan Lawai atau Pinoh, serta juga menuntut daerah Jelai sebagai wilayahnya.[4]

Sejarah

  • Menurut Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 menyebutkan Kota Waringin salah satu negeri di negara bagian Tanjung Nagara (Kalimantan-Filipina) yang berpangkalan/beribukota di Tanjungpura, wilayah yang telah ditaklukan oleh Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit.
  • Panembahan Kalahirang dari Kerajaan Sukadana(Tanjungpura) melakukan ekspansi perluasan wilayah kekuasaan yang terbentang dari Tanjung Datok (Sambas) sampai Tanjung Puting (Kotawaringin), tetapi kemudian menurut Hikayat Banjar, negeri Kotawaringin bahkan Sukadana sendiri menjadi taklukan Maharaja Suryanata penguasa daerah Banjar kuno (Negara Dipa).
  • Menurut Hikayat Banjar yang bab terakhirnya ditulis pada tahun 1663, sejak masa kekuasaan Maharaja Suryanata/Raden Aria Gegombak Janggala Rajasa/Raden Suryacipta, seorang pangeran dari Majapahit yang menjadi raja Negara Dipa (= Banjar kuno) yang ke-2 pada masa Hindu, orang besar (penguasa) Kota Waringin sudah menjadi taklukannya, di sini hanya disebutkan orang besar, jadi bukan disebut raja seperti sebutan penguasa negeri lainnya pada masa yang bersamaan. Kota Waringin dalam Hikayat Banjar disebutkan sebagai salah satu tanah yang di bawah angin (= negeri di sebelah barat) yang telah ditaklukan. [3]
  • Sebelum berdirinya Kerajaan Kotawaringin, Raja-raja Banjar sebagai penguasa sepanjang pantai selatan dan timur pulau Kalimantan telah mengirim menteri-menteri atau ketua-ketua untuk mengutip upeti yang dipaksa kepada penduduk Kotawaringin. Nenek moyang suku Dayak yang tinggal di hulu-hulu sungai Arut telah memberi kepada Sultan Banjarmasin debu emas sebanyak yang diperlukan untuk membuat sebuah kursi emas. Selepas itu dua orang menteri dari Banjarmasin bernama Majan Laut dan Tongara Mandi telah datang dari Tabanio (Tanah Laut) ke Kumai dan tinggal di situ. Kedua bersaudara inilah yang mula-mula membawa Islam ke wilayah Kotawaringin. Majan Laut kemudian terlibat perseteruan dengan saudaranya dan selanjutnya ia pindah dari Kumai ke Belitung dan tinggal di sana. Tongara Mandi kemudian pindah dari Kumai ke daerah kuala Kotawaringin dimana beliau sebagai pendiri Kotawaringin Lama di pinggir sungai Lamandau. Beliau kemudian meninggalkan tempat ini karena diganggu oleh lanun/perompak dan membuka sebuah kampung baru, lebih jauh ke hulu, di sungai Basarah, salah satu anak sungai di sebelah kiri.[4] Dalam Hikayat Banjar tokoh yang mendapat perintah dari Marhum Panembahan [sultan Banjar IV yang berkuasa 1595-1638] untuk menjabat adipati Kotawaringin [terakhir?] bernama Dipati Ngganding dari golongan Andin dan juga sebagai mertua dari Pangeran Dipati Anta-Kasuma karena menikahi Andin Juluk, puteri dari Dipati Ngganding. Sebelumnya Pangeran Dipati Anta-Kasuma juga menikahi Nyai Tapu puteri dari seorang Mantri Sakai/Kepala Daerah Kahayan. Pada masa sebelumnya Sultan Mustainbillah telah menikahkan Dipati Ngganding dengan Aji Ratna puteri Aji Tunggul (adipati Pasir). Pasangan ini memperoleh dua puteri yaitu Andin Juluk dan Andin Hayu.[3]
  • Lebih kurang 15 tahun kemudian, Kiai Gede putera dari Majan Laut datang dari Belitung dan tinggal dengan pamannya, Tongara Mandi. Kiai Gede membujuk pamannya untuk mengkaji keadaan negeri tersebut dan memilih suatu tempat yang lebih sesuai sebagai ibukota. Untuk tujuan ini mereka mula-berjalan menghulu sungai Arut dan tempat tinggal mereka saat itu dekat Pandau. Kemudian mereka membuat perjalanan menghulu sungai Lamandau, hingga ke anak sungai Bulik. Kemudian mereka bermimpi bahwa mereka mestilah menetapkan lokasi yang terpilih pada tempat dimana perahu mereka melanggar sebuah batang pohon pisang, kemudian mereka juga berlayar menuju hilir. Sesuai mimpi tersebut mereka menemukan suatu lokasi yang tepat yang kemudian menjadi lokasi dimana terletak Kotawaringin tersebut. Tetapi lokasi tersebut sudah terdapat suatu kampung Dayak yang besar yang disebut Pangkalan Batu. Penduduk kampung tersebut enggan membenarkan para pendatang ini tinggal di sana. Oleh sebab itu mereka menghalau orang Dayak dari situ dan merampas dari mereka beberapa pucuk cantau (= senapang) Cina dan dua buah belanga (tempayan Cina). Orang Dayak yang kalah tersebut berpindah ke arah barat yaitu tasik Balida di sungai Jelai dan menyebut diri mereka Orang Darat atau Orang Ruku. Oleh karena beliau sudah tua, Tongara Mandi kemudian menyerahkan pemerintahan kepada Kiai Gede. Perlahan-lahan Kiai Gede meluaskan kuasanya kepada suku-suku Dayak dan tetap tergantung pada Kesultanan Banjarmasin (Marhum Panembahan). Kurang lebih 35 tahun selepas pemerintahan Kiai Gede, tibalah di Kotawaringin Pangeran Dipati Anta-Kasuma putera dari Marhum Panembahan (Sultan Banjar IV). Kedatangannya disertai Putri Gilang anaknya. Sebelumnya mereka bersemayam di Kahayan, Mendawai dan Sampit. Kemudian mereka berangkat ke Sembuluh dan Pembuang, di tempat terakhir inilah Pangeran Dipati Anta-Kasuma sempat tertarik dan ingin bersemayam pada lokasi tersebut tetapi dilarang oleh para menterinya. Ia bersumpah bahwa semenjak saat itu tempat tersebut dinamakan Pembuang artinya tempat yang membuang. Dari sana kemudian Pangeran berangkat ke sungai Arut. Disini beliau tinggal beberapa lama di kampung Pandau dan membuat perjanjian persahabatan dengan orang-orang Dayak yang menjanjikan taat setia mereka.[4] Perjanjian ini dibuat pada sebuah batu yang dinamakan Batu Patahan, tempat dikorbankannya dua orang, dimana seorang Banjar yang menghadap ke laut sebagai arah kedatangan orang Banjar dan seorang Dayak yang menghadap ke darat sebagai arah kedatangan orang Dayak, kedua disembelih darahnya disatukan berkorban sebagai materai perjanjian tersebut.[5] Kemudian Pangeran berangkat ke Kotawaringin dimana Kiai Gede mengiktirafkan beliau sebagai raja dan beliau sendiri menjabat sebagai mangkubumi.
  • Pada masa ini Pangeran Dipati Anta-Kasuma telah membuat perhubungan dengan seorang putera dari Dipati Sukadana/Ratu Bagus/Giri Kusuma[6], Raja Matan Sukadana, yaitu Murong-Giri Mustafa [4] (= Sultan Muhammad Syafiuddin 1623/7-1677) atau di dalam Hikayat Banjar disebut Raden Saradewa [3] yang telah meminang puteri Pangeran Dipati Anta-Kasuma yaitu Putri Gelang (= Dayang Gilang) untuk dirinya . Baginda dianugerahkan daerah Jelai yang sebelumnya telah ditaklukan oleh Kotawaringin sebagai hadiah perkawinan. Perkawinan tersebut dilaksanakan di Martapura. Dengan adanya perkawinan tersebut maka Marhum Panembahan (Sultan Banjar IV) mengatakan bahwa Dipati Sukadana tidak perlu lagi mengirim upeti setiap tahun seperti zaman dahulu kala kepadanya karena sudah diberikan kepada cucunya Putri Gelang dan jikakalau ia beranak sampai ke anak cucunya. Selepas itu Dipati Ngganding diperintahkan diam di Kotawaringin. Putri Gelang wafat setelah 40 hari melahirkan puteranya. Raden Saradewa pulang ke Sukadana, sedangkan bayi yang dilahirkan Putri Gelang kemudian tinggal dengan Pangeran Dipati Anta-Kasuma di Martapura kemudian dinamai Raden Buyut Kasuma Matan/Pangeran Putra (= ayahanda Sultan Muhammad Zainuddin I?) oleh Marhum Panembahan, yang merupakan salah satu dari tiga cicitnya yang diberi nama buyut, karena ketika itulah Marhum Panembahan pertama kali memiliki tiga orang cicit, yang dalam bahasa Banjar disebut buyut. Raden Buyut Kasuma Matan saudara sepersusuan dengan Raden Buyut Kasuma Banjar putera Raden Kasuma Taruna (= Pangeran Dipati Kasuma Mandura). [3]
  • Sultan Banjar V, Inayatullah (= Pangeran Dipati Tuha 1/Ratu Agung), abangnya Pangeran Dipati Anta-Kasuma menganugerahkan gelar Ratu Kota Waringin kepada Pangeran Dipati Anta-Kasuma, kemudian menyerahkan desa-desa di sebelah barat Banjar (= sungai Barito) hingga ke Jelai (sekarang Kalimantan Tengah). Ratu Kota-Waringin kemudian kembali ke Kotawaringin sambil membawa serta Raden Buyut Kasuma Matan. [3] Ratu Kota Waringin sebenarnya tidak bersemayam di dalem (istana) tetapi di atas sebuah rakit besar (= lanting) yang ditambatkan di sana. Ratu Kota-Waringin memperoleh seorang puteri lagi yang dinamai Puteri Lanting, dengan seorang wanita yang dikawininya di sini.[4] Baginda berangkat ke sungai Jelai dan membuka sebuah kampung di pertemuan sungai Bilah dengan sungai Jelai. Daerah ini dinamakan Sukamara karena ada suka dan ada mara (= maju). [3]
  • Raja Kotawaringin (Pangeran Antakasuma), Raja Sukadana (Marta Sahary) dan Raja Mempawah menjadi anggota Dewan Mahkota di Kesultanan Banjar pada masa pemerintahan Inayatullah (= Ratu Agung). Dewan Mahkota adalah dewan yang juga mengurusi perdagangan dan ekonomi di wilayah ini dalam berhubungan dengan pihak Belanda (VOC) maupun Inggris. Pada tahun 1638 terjadi pembunuhan terhadap orang-orang VOC dan orang Jepang di loji di Martapura. Atas kejadian tersebut VOC membuat surat ancaman yang ditujukan terhadap Kesultanan Banjarmasin, Kerajaan Kotawaringin dan Kerajaan Sukadana. Kedua kerajaan merupakan sekutu Banjarmasin dan ada hubungan kekeluargaan. Permusuhan berakhir dengan adanya Perjanjian 16 Mei 1661 di masa Sultan Rakyatullah.
  • Kemudian selama di Kotawaringin, Pangeran Dipati Anta-Kasuma memperoleh seorang putera dengan seorang wanita yang dinikahinya di sana, putera yang dilahirkan di Kotawaringin ini dinamakan Ratu Amas. Oleh sebab sudah tua beliau menyerahkan tahta kerajaan Kotawaringin kepada puteranya dan berangkat pulang ke Banjarmasin karena beliau berduka atas mangkatnya kakandanya Sultan Inayatullah/Ratu Agung/Pangeran Dipati Tuha I.
  • Mendengar kemangkatan Inayatullah/Ratu Agung, Sultan Banjar (1638-1645), Ratu Kota Waringin pulang ke Banjarmasin untuk melantik keponakannya Pangeran Kasuma Alam sebagai Sultan Banjar dengan gelar Sultan Saidullah/Ratu Anom (1645-1660). Ratu Anom kemudian menganugerahkannya gelar Ratu Bagawan artinya raja maha pandita. Selama di Martapura, Ratu Bagawan sempat menduduki jabatan mangkubumi dalam pemerintahan Ratu Anom selama lima tahun, menggantikan adiknya Panembahan di Darat yang meninggal dunia. Ia kemudian mengundurkan diri dan menyerahkan jabatan mangkubumi kepada adiknya lain ibu, Pangeran Dipati Tapasena (Sultan Rakyatullah). Tidak lama kemudian ia meninggal dunia [3] tahun 1657 dan dimakamkan di Komplek Makam Sultan Suriansyah, Banjarmasin.
  • Pada abad ke-18, Ratu Bagawan Muda putera dari Pangeran Panghulu telah membangun sebuah dalem/keraton dengan mengikuti gaya Jawa. Mangkubumi raja ini, Pangeran Prabu, mengepalai beberapa serangan yang berjaya ke negeri Matan dan Lawai atau Pinoh. Pangeran Prabu telah menaklukan sebagian besar wilayah itu hingga jatuh dalam kekuasaan pemerintahan Kotawaringin, tetapi kemudian negeri-negeri itu dapat lepas dari taklukannya. Oleh karena itu Kotawaringin selalu menganggap sebagian besar negeri Pinoh sebagai jajahannya dan juga menuntut daerah Jelai. Beliau juga mengambil sebahagian peperangan yang dilancarkan oleh Pangeran Amir dengan memihak kepada Sunan Batu (= Sultan Tahmidullah II). Beliau telah membantu Sultan Banjar, Sunan Batu dalam peperangan melawan Sultan Sambas. Putera dari Ratu Bagawan Muda yaitu Ratu Anom Kasuma Yuda adalah raja Kotawaringin pertama yang membuat hubungan langsung dengan pemerintah Hindia Belanda. Beliau meminta bantuan Hindia Belanda dalam peperangan melawan Matan dan untuk tujuan ini baginda telah menerima meriam, senapan dan peluru dari Batavia. Ketika Sultan Banjar menyerahkan Kotawaringin dan kawasan-kawasan yang lain kepada Hindia Belanda, maka Ratu Anom Kasumayuda juga menyerahkan tahta kerajaan Kotawaringin kepada Pangeran Imanudin yang bergelar Pangeran Ratu. [4]
  • Sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945, Kobar merupakan satu wilayah Kesultanan Kotawaringin.[7]
  • Ibukota Kesultanan Kotawaringin semula berada di Kotawaringin Lama (hulu Sungai Lamandau). Pada 1814 ibukota kesultanan dipindahkan ke Pangkalan Bun, pada masa pemerintahan Sultan Imanudin dan didirikanlah sebuah istana di Pangkalan Bun sebagai pusat pemerintahan.[7]
  • Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, status Kotawaringin menjadi bagian wilayah NKRI dengan status Swapraja/Kewedanan. Selanjutnya berkembang menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II Kotawaringin Barat sebagai daerah otonom dengan Pangkalan Bun sebagai ibukota kabupaten yang ditetapkan dengan UU No 27/1959 dan Lembaran Negara No 72/1959.[7]
Selanjutnya Kabupaten Kotawaringin Barat telah dimekarkan menjadi 3 Kabupaten yaitu :
  1. Kabupaten Kotawaringin Barat
  2. Kabupaten Lamandau
  3. Kabupaten Sukamara

Sultan Kotawaringin

Adipati dan Sultan Kotawariingin. Sultan yang pernah memerintah hingga masuknya penjajah Belanda dengan urutan sebagai berikut:

40. Kerajaan Pagatan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pusat pemerintahan Kerajaan Pagatan yang sekarang menjadi wilayah kecamatan Kusan Hilir, Tanah Bumbu.
Kerajaan Pagatan (1775-1908) [1]adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Kerajaan ini didirikan oleh imigran suku Bugis yang belakangan disebut Bugis-Pagatan atas seijin Susuhunan Nata Alam atau Panembahan Batu dari Dinasti Tamjidullah I. Kerajaan ini kemudian menjadi sekutu Susuhunan Nata Alam untuk menghabisi rival politiknya yaitu Pangeran Amir yang menuntut tahta Kesultanan Banjar dengan dukungan pasukan Bugis-Paser.
Kerajaan ini semula merupakan sebagian dari wilayah Kesultanan Banjar selanjutnya menjadi bawahan Hindia Belanda, karena diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda dalam Traktat Karang Intan. Menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178, wilayah kerajaan ini merupakan "leenplichtige landschappen" dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe.

Wilayah

Pusat pemerintahan di kota Pagatan ibukota Kecamatan Kusan Hilir, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Sejarah

Wilayah tenggara Kalimantan semula merupakan satu wilayah Kerajaan Tanah Bumbu yang diperintah oleh keturunan Sultan Banjar dengan pusat kerajaan kemungkinan dahulu terletak dekat perbatasan Kerajaan Pasir seperti halnya Kerajaan Kotawaringin yang berdiri dekat perbatasan Kerajaan Tanjungpura. Raja Kerajaan Tanah Bumbu yang terkenal adalah Ratu Intan I, dalam perkembangannya kemudian terbagi menjadi beberapa kerajaan kecil atau kepangeranan, karena rajanya hanya berhak bergelar Pangeran atau Ratu seperti gelar putra/putri Sultan Banjar, karena sebenarnya wilayah tersebut merupakan cabang Kesultanan Banjar yaitu keturunan Pangeran Dipati Tuha (bukan Dinasti Tamjidullah I). Belakangan juga berdiri beberapa kerajaan kecil seperti Kerajaan Kusan, Sabamban, Batoe Litjin, Poelau Laoet dan Kerajaan Pagatan yang diperintah oleh keturunan Dinasti Tamjidullah I dan sekutunya. Kalau dilihat luas wilayahnya, semua kerajaan-kerajaan ini dapat disamakan dengan sebuah lalawangan (distrik) yang ada di Kesultanan Banjar pada kurun waktu yang sama.
Daerah Pagatan baru ada sekitar tahun 1750 dibangun oleh Puanna Dekke', hartawan asal Tanah Bugis tepatnya dari daerah Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan. Puanna Dekke' berlayar menuju Kesultanan Pasir, hatinya tidak berkenan sehingga menyusuri Kerajaan Tanah Bumbu (sekarang Kabupaten Kotabaru) dan belum menemukan daerah yang dapat dijadikan pemukiman sampai dia menemukan sungai yang masuk dalam wilayah Kesultanan Banjar. Selanjutnya bertolaklah Puanna Dekke' menuju Banjarmasin untuk meminta ijin kepada Sultan Banjar (1734) yaitu Panembahan Batu untuk mendirikan pemukiman di wilayah tersebut, yang kemudian menjadi Kerajaan Pagatan.

Perjanjian Karang Intan

Wilayah kerajaan Pagatan merupakan salah satu daerah Kesultanan Banjar yang diserahkan oleh Sultan Sulaiman kepada kolonial Hindia-Belanda melalui Perjanjian Karang Intan.

Kapitan Laut Pulo

Atas jasa-jasa La Pangewa dan pasukannya mengempur pasukan Pangeran Amir bin Sultan Kuning yang menjadi rival dari Sultan Tahmidullah II dalam perebutan mahkota kesultanan Banjar, dia anugerahi gelar Kapitan Laut Pulo mungkin semacam panglima laut yang menjaga perairan setempat, selanjutnya menjadi raja di daerah Pagatan. Pada akhirnya wilayah Kerajaan Pagatan dan Kerajaan Kusan disatukan menjadi semacam federasi dengan sebutan Kerajaan Pagatan dan Kusan dan rajanya disebut Raja Pagatan dan Kusan.

Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe (Kalimantan Tenggara)

Kerajaan Pagatan merupakan salah satu daerah leenplichtige landschappen dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe. Menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178, wilayah Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe, dengan ibukota Kota Baru, terdiri dari daerah-daerah leenplichtige landschappen dan daerah landschap yang langsung diperintah kepala bumiputeranya :
  1. Pasir
  2. Pegatan
  3. Koensan
  4. Tjingal
  5. Manoenggoel
  6. Bangkalaan
  7. Sampanahan
  8. Tjangtoeng
  9. Batoe Litjin
  10. Sabamban dan
  11. Poelau Laoet (Pulau Laut)dengan pulau Seboekoe (Pulau Sebuku)

Raja Pagatan dan Kusan

No.
Masa
Nama Raja
K e t e r a n g a n
1
Raja Pagatan I yang diberi gelar Kapitan Laut Pulo oleh Panembahan Batu
2
Raja Pagatan II
3
La Paliweng (Arung Abdulrahim)
Raja Pagatan III
4
La Matunra (Arung Abdul Karim)
Raja Pagatan dan Kusan
5

6
Raja Pagatan dan Kusan
7
Ratu Senggeng (Daeng Mangkau)
Ratu Pagatan dan Kusan
8
H Andi Tangkung (Petta Ratu)
Raja Pagatan dan Kusan

9
Andi Sallo (Arung Abdurahman)
Raja Pagatan dan Kusan

Penggabungan Pagatan dan Kusan (1850)

Pangeran Djaja Soemitra anak dari pangeran M. Nafis dan menjadi Raja Kusan IV tahun 1840-1850, kemudian ia pindah ke Kampung Malino dan menjadi Raja Pulau Laut I pada tahun 1850-1861. Sejak itu pemerintahan kerajaan Kusan digabung dengan kerajaan Pagatan.

41. Kerajaan Tidung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kerajaan Tidung atau dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan (Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang memerintah Suku Tidung di utara Kalimantan Timur, yang berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu. Sebelumnya terdapat dua kerajaan di kawasan ini, selain Kerajaan Tidung, terdapat pula Kesultanan Bulungan yang berkedudukan di Tanjung Palas. Berdasarkan silsilah (Genealogy) yang ada bahwa, bahwa di pesisir timur pulau Tarakan yakni, dikawasan binalatung sudah ada Kerajaan Tidung kuno (The Ancient Kingdom of Tidung), kira-kira tahun 1076-1156. Kemudian berpindah kepesisir barat pulau Tarakan yakni, dikawasan Tanjung Batu, kira-kira pada tahun 1156-1216. Lalu bergeser lagi, tetapi tetap dipesisir barat yakni, kekawasan sungai bidang kira-kira pada tahun 1216-1394. Setelah itu berpindah lagi, yang relatif jauh dari pulau Tarakan yakni, kekawasan Pimping bagian barat dan kawasan Tanah Kuning, yakni, sekitar tahun 1394-1557.

Riwayat

Riwayat tentang kerajaan maupun pemimpin (Raja) yang pernah memerintah dikalangan suku Tidung terbagi dari beberapa tempat yang sekarang sudah terpisah menjadi beberapa daerah Kabupaten antara lain Kabupaten Bulungan (Salimbatu, Kecamatan Tanjung Palas Tengah), (Malinau Kota, Kabupaten Malinau]]), Sesayap, Kabupaten Tana Tidung, (Sembakung, Kabupaten Nunukan , (Kota Tarakan) dan lain-lain hingga ke daerah Sabah (Malaysia) bagian selatan.
Dari riwayat-riwayat yang terdapat dikalangan suku Tidung tentang kerajaan yang pernah ada dan dapat dikatakan yang paling tua diantara riwayat lainnya yaitu dari Menjelutung di Sungai Sesayap dengan rajanya yang terakhir bernama Benayuk. Berakhirnya zaman kerajaan Menjelutung karena ditimpa malapetaka berupa hujan ribut dan angin topan yang sangat dahsyat sehingga mengakibatkan perkampungan di situ runtuh dan tenggelam kedalam air (sungai) berikut warganya. Peristiwa tersebut dikalangan suku Tidung disebut Gasab yang kemudian menimbulkan berbagai mitos tentang Benayuk dari Menjelutung.
Dari beberapa sumber didapatkan riwayat tentang masa pemerintahan Benayuk yang berlangsung sekitar 35 musim. Perhitungan musim tersebut adalah berdasarkan hitungan hari bulan (purnama) yang dalam semusim terdapat 12 purnama. Dari itu maka hitungan musim dapat disamakan +kurang lebih dengan tahun Hijriah. Apabila dirangkaikan dengan riwayat tentang beberapa tokoh pemimpin (Raja) yang dapat diketahui lama masa pemerintahan dan keterkaitannya dengan Benayuk, maka diperkirakan tragedi di Menjelutung tersebut terjadi pada sekitaran awal abad XI.
Kelompok-kelompok suku Tidung pada zaman kerajaan Menjelutung belumlah seperti apa yang terdapat sekarang ini, sebagaimana diketahui bahwa dikalangan suku Tidung yang ada di Kalimantan timur sekarang terdapat 4 (empat) kelompok dialek bahasa Tidung, yaitu :
  • Dialek bahas Tidung Malinau
  • Dialek bahasa Tidung Sembakung.
  • Dialek bahas Tidung Sesayap.
  • Dialek bahas Tidung Tarakan yang biasa pula disebut Tidung Tengara yang kebanyakan bermukim di daerah air asin.
Dari adanya beberapa dialek bahasa Tidung yang merupakan kelompok komunitas berikut lingkungan sosial budayanya masing-masing, maka tentulah dari kelompok-kelompok dimaksud memiliki pemimpin masing-masing. Sebagaimana diriwayatkan kemudian bahwa setelah kerajaan Benayuk di Menjelutung runtuh maka anak keturunan beserta warga yang selamat berpindah dan menyebar kemudian membangun pemukiman baru. Salah seorang dari keturunan Benayuk yang bernama Kayam selaku pemimpin dari pemukiman di Linuang Kayam (Kampung si Kayam) yang merupakan cikal bakal dari pemimpin (raja-raja) di Pulau Mandul, Sembakung dan Lumbis.

Daftar Silsilah Raja-Raja Tidung

Raja-raja dari Kerajaan Tidung Kuno

Kerajaan Tidung Kuno adalah Suatu Pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Raja, dimana pusat pemerintahan selalu berpindah-pindah dengan wilayah yang kecil/kampung.
  • Benayuk dari sungai Sesayap, Menjelutung (Masa Pemerintahan ± 35 Musim)
Berakhirnya zaman kerajaan Menjelutung karena ditimpa malapetaka berupa hujan ribut dan angin topan yang sangat dahsyat sehingga mengakibatkan perkampungan di situ runtuh dan tenggelam kedalam air (sungai) berikut warganya. Peristiwa tersebut dikalangan suku Tidung disebut Gasab yang kemudian menimbulkan berbagai mitos tentang Benayuk dari Menjelutung.
  • Yamus (Si Amus) (Masa Pemerintahan ± 44 Musim)
Selang 15 (lima belas) musim setelah Menjelutung runtuh seorang keturunan Benayuk yang bernama Yamus (Si Amus) yang bermukim di Liyu Maye mengangkat diri sebagai raja yang kemudian memindahkan pusat pemukiman ke Binalatung (Tarakan). Yamus memerintah selama 44 (empat puluh empat) musim, setelah wafat Yamus digantikan oleh salah seorang cucunya yang bernama Ibugang (Aki Bugang).
  • Ibugang (Aki Bugang)
Ibugang beristrikan Ilawang (Adu Lawang) beranak tiga orang. Dari ketiga anak ini hanya seorang yang tetap tinggal di Binalatung yaitu bernama Itara, yang satu ke Betayau dan yang satu lagi ke Penagar.
  • Itara (Lebih kurang 29 Musim)
Itara memerintah selama 29 (dua puluh sembilan) musim. Setelah wafat Anak keturunan Itara yang bernama Ikurung kemudian meneruskan pemerintahan dan memerintah selama 25 (dua puluh lima) musim
  • Ikurung (Lebih kurang 25 Musim)
Ikurung beristrikan Puteri Kurung yang beranakkan Ikarang yang kemudian menggantikan ayahnya yang telah wafat.
  • Ikarang (Lebih kurang 35 Musim), di Tanjung Batu (Tarakan).
Ikarang memerintah selama 35 (tiga puluh lima) musim di Tanjung Batu (Tarakan).
  • Karangan (Lebih kurang Musim)
Karangan yang bristrikan Puteri Kayam (Puteri dari Linuang Kayam) yang kemudian beranakkan Ibidang.
  • Ibidang (Lebih kurang Musim)
  • Bengawan (Lebih kurang 44 Musim)
Diriwayatkan sebagai seorang raja yang tegas dan bijaksana dan wilayah kekuasaannya di pesisir melebihi batas wilayah pesisir Kabupaten Bulungan sekarang yaitu dari Tanjung Mangkaliat di selatan kemudian ke utara sampai di Kudat (Sabah, Malaysia). Diriwayatkan pula bahwa Raja Bengawan sudah menganut Agama Islam dan memerintah selama 44 (empat puluh empat) musim. Setelah Bengawan wafat ia digantikan oleh puteranya yang bernama Itambu
  • Itambu (Lebih kurang 20 Musim)
  • Aji Beruwing Sakti (Lebih kurang 30 Musim)
  • Aji Surya Sakti (Lebih kurang 30 Musim)
  • Aji Pengiran Kungun (Lebih kurang 25 Musim)
  • Pengiran Tempuad (Lebih kurang 34 Musim)
Pengiran Tempuad kemudian kawin dengan raja perempuan suku Kayan di Sungai Pimping bernama Ilahai.
  • Aji Iram Sakti (Lebih kurang 25 Musim) di Pimping, Bulungan
Aji Iram Sakti mempunyai anak perempuan yang bernama Adu Idung. Setelah Aji Iram Sakti wafat kemudian digantikan oleh kemanakannya yang bernama Aji Baran Sakti yang beristrikan Adu Idung. Dari perkawinan ini lahirlah Datoe Mancang
  • Aji Baran Sakti (Lebih kurang 20 Musim).
  • Datoe Mancang (Lebih kurang 49 Musim)
Diriwayatkan bahwa masa pemerintahan Datoe Mancang adalah yang paling lama yaitu 49 (empat puluh sembilan) musim
  • Abang Lemanak (Lebih kurang 20 Musim), di Baratan, Bulungan
Setelah Abang Lemanak wafat, ia kemudian digantikan oleh adik bungsunya yang bernama Ikenawai (seorang wanita).
  • Ikenawai bergelar Ratu Ulam Sari (Lebih kurang 15 Musim)
Ikenawai bersuamikan Datoe Radja Laut keturunan Radja Suluk bergelar Sultan Abdurrasid.

Dinasti Tengara

Dahulu kala kaum suku Tidung yang bermukim dipulau Tarakan, popularjuga dengan sebutan kaum Tengara, oleh karena mereka mempunyai pemimpin yang telah melahirkan Dynasty Tengara. Berdasarkan silsilah (Genealogy) yang ada bahwa, bahwa dipesisir timur pulau Tarakan yakni, dikawasan binalatung sudah ada Kerajaan Tidung kuno (The Ancient Kingdom of Tidung), kira-kira tahun 1076-1156. Kemudian berpindah kepesisir barat pulau Tarakan yakni, dikawasan Tanjung Batu, kira-kira pada tahun 1156-1216. Lalu bergeser lagi, tetapi tetap dipesisir barat yakni, kekawasan sungai bidang kira-kira pada tahun 1216-1394. Setelah itu berpindah lagi, yang relatif jauh dari pulau Tarakan yakni, kekawasan Pimping bagian barat dan kawasan Tanah Kuning, yakni, sekitar tahun 1394-1557.
Kerajaan Dari Dynasty Tengara ini pertama kali bertakhta kira-kira mulai pada tahun 1557-1571 berlokasi di kawasan Pamusian wilayah Tarakan Timur.

Raja-raja dari Dinasti Tengara

  • Amiril Rasyd Gelar Datoe Radja Laoet (1557-1571)
  • Amiril Pengiran Dipati I (1571-1613)
  • Amiril Pengiran Singa Laoet (1613-1650)
  • Amiril Pengiran Maharajalila I (1650-1695)
  • Amiril Pengiran Maharajalila II (1695-1731)
  • Amiril Pengiran Dipati II (1731-1765)
  • Amiril Pengiran Maharajadinda (1765-1782)
  • Amiril Pengiran Maharajalila III (1782-1817)
  • Amiril Tadjoeddin (1817-1844)
  • Amiril Pengiran Djamaloel Kiram (1844-1867)
  • Ratoe Intan Doera/Datoe Maoelana (1867-1896), Datoe Jaring gelar Datoe Maoelana adalah putera Sultan Bulungan Muhammad Kaharuddin (II)
  • Datoe Adil (1896-1916)

Hubungan dengan Kesultanan Sulu

Dikatakan Sultan Sulu yang bernama Sultan Salahuddin-Karamat atau Pangiran Bakhtiar telah berkahwin dengan seorang gadis Tionghoa yang berasal dari daerah Tirun (Tidung). Dan juga karena ingin mengamankan wilayah North-Borneo (Kini Sabah) selepas mendapat wilayah tersebut dari Sultan Brunei, seorang putera Sultan Salahuddin-Karamat iaitu Sultan Badaruddin-I juga telah memperisterikan seorang Puteri Tirun atau Tidung (isteri kedua) yang merupakan anak kepada pemerintah awal di wilayah Tidung. (Isteri pertama Sultan Badaruddin-I, dikatakan adalah gadis dari Soppeng, Sulawesi Selatan. Maka lahirlah Datu Lagasan yang kemudianya menjadi Sultan Sulu bergelar, Sultan Alimuddin-I ibni Sultan Badaruddin-I). Dari zuriat Sultan Alimuddin-I inilah dikatakan datangnya Keluarga Kiram dan Shakiraullah di Sulu.
Maka dari darah keturunan dari Puteri Tidung ini lah seorang putera bernama Datu Bantilan dan seorang puteri bernama Dayang Meria. Datu Bantilan kemudiannya menaiki takhta Kesultanan Sulu (menggantikan abangnya Sultan Alimuddin-I) pada tahun sekitar 1748, bergelar Sultan Bantilan Muizzuddin. Adindanya Dayang Meria dikatakan berkahwin dengan seorang pedagang Tionghoa, dan kemudiannya melahirkan Datu Teteng atau Datu Tating. Dan dari zuriat Sultan Bantilan Muizzuddin inilah datangnya Keluarga Maharajah Adinda, yang kini merupakan "Pewaris Sebenar" kepada Kesultanan Sulu mengikut Sistem Protokol Kesultanan yang dipanggil "Tartib Sulu".
Dikatakan juga pewaris sebenar itu bergelar, Duli Yang Maha Mulia (DYMM) Sultan Aliuddin Haddis Pabila (Wafat pada 30.06.2007 di Kudat, Sabah). Dan juga dinyatakan bahawa 'Putera Mahkota' kesultanan Sulu kini adalah putera bongsu kepada DYMM Sultan Aliuddin yang bernama Duli Yang Teramat Mulia (DYTM) Datu Ali Aman atau digelar juga sebagai "Raja Bongsu-II" (*Gelaran ini mungkin mengambil sempena nama moyang mereka yang bernama Raja Bongsu atau Pengiran Shahbandar Maharajalela, yang merupakan putera-bongsu kepada Sultan Muhammad Hassan dari Brunei. Dikatakan Raja Bongsu ini telah dihantar ke Sulu menjadi Sultan Sulu menggantikan pamannya Sultan Batarasah Tengah ibnu Sultan Buddiman Ul-Halim yang tiada putera. Ibu Raja Bongsu ini adalah puteri kepada Sultan Pangiran Buddiman Ul-Halim yang berkahwin dengan Sultan Muhammad Hassan).

Hubungan dengan Kesultanan Bulungan

Di antara kedua kerajaan tersebut terdapat hubungan yang erat, sebagaimana layaknya seperti orang bersaudara karena saling diikat oleh tali Perkawinan. Meskipun demikian proses saling mempengaruhi tetap berjalan secara halus dan tersamar, karena salah satu diantaranya ingin lebih dominan dari yang lainnya. Dengan Demikian tidak dapat dielakkan bahwa persaingan terselubung antara keduanya merupakan masalah laten yang adakalanya mencuat kepermukaan. Dalam hal ini pihak penjajah Hindia Belanda cukup jeli memanfaatkan masalah itu, maka semakin serulah hubungan keduanya, bahkan menjadi konflik politik yang tajam, sehingga akhirnya tergusurlah Kerajaan dari Suku kaum Tidung tersebut.

Hubungan dengan Kesultanan Banjar

Menurut Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 tidak menyebutkan Tidung sebagai salah satu negeri yang telah ditaklukan Kerajaan Majapahit oleh Gajah Mada, kemungkinan Tidung masih memakai nama kuno yang lainnya (mungkin Kalka=Kalkan=Tarakan), padahal seluruh negeri-negeri di Kalimantan disebutkan. Menurut Hikayat Banjar, sejak masa kekuasaan Maharaja Suryanata (Raden Aria Gegombak Janggala Rajasa), pangeran dari Majapahit yang menjadi raja Negara Dipa (Banjar) yang ke-2 pada masa Hindu, penguasa Karasikan sudah menjadi taklukannya. Karasikan adalah sebutan dari Kesultanan Banjar untuk Kerajaan Tidung. Karasikan dalam Hikayat Banjar disebutkan sebagai salah satu tanah di atas angin (= negeri di sebelah timur atau utara) yang telah ditaklukan. Karasikan (= Tarakan) dianggap sebagai salah satu vazal Banjarmasin, sehingga ketika Banjarmasin jatuh ke tangan VOC sebagai daerah protektorat (= tanah pinjaman) pada 13 Agustus 1787 maka vazal-vazal Banjarmasin oleh Sultan Tamjidullah I diserahkan kepada VOC, maka Karasikan atau wilayah suku Tidung ini menjadi wilayah VOC. Karasikan yaitu wilayah suku Tidung meliputi utara Kalimantan Timur hingga daerah-daerah pada Divisi Tawau dan sekitarnya termasuk pulau Sipadan dan Ligitan, sehingga tidak mengherankan ketika VOC membuat peta tahun 1787, wilayah VOC lebih ke utara daripada perbatasan Kalimantan Timur-Sabah yang ada pada masa kini.

Hubungan dengan Kesultanan Berau

Dari http://bumibatiwakkal.blogspot.com/2009/01/historis-asal-usul-berau.html Bulungan dan Tidung Memisahkan Diri Membentuk Kesultanan Sendiri Karena terjadinya kericuan dan insiden pada waktu menetapkan giliran siapa yang harus menjadi raja dari kedua keturunan pangeran itu, kekuasaan pusat pemerintahan yang berkedudukan di Muara bangun hampir tiada berfungsi lagi. Dalam situasi yang tidak menentu itu, daerah Bulungan dan Tidung berkesempatan melepaskan diri dari kesatuan wilayah kekuasaan Berau dan membentuk kesultanan sendiri pada tahun 1800.

Demografi kawasan

Kawasan Kalimantan Timur bagian utara secara umum penduduk aslinya terdiri dari tiga jenis suku bangsa yakni : Tidung, Bulungan dan Dayak yang mewakili tiga kebudayaan yaitu Kebudayaan Pesisir, Kebudayaan Kesultanan dan Kebudayaan Pedalaman.
Kaum suku Tidung umumnya terlihat banyak mendiami kawasan pantai dan pulau-pulau, ada juga sedikit ditepian sungi-sungai dipedalaman umumnya dalam radius muaranya. Kaum suku Bulungan kebanyakan berada di kawasan antara pedalaman dan pantai, terutama dikawasan Tanjung Palas dan Tanjung Selor. Sedangkan kaum suku Dayak kebanyakan mendiami kawasan Pedalaman. Kalangan suku Dayak yang terdengar dan Popular adalah bernama suku Dayak Kenyah. Suku Dayak memiliki banyak sub-suku bangsa mereka tersebar dikawasan pedalaman dan dan memiliki berbagai macam nama.

Suku Tidung

Adapun mengenai suku kaum Tidung, mata pencaharian andalannya adalah sebagai Nelayan, disamping itu juga bertani dan memanfaatkan hasil hutan. Berdasarkan dokumen dan informasi tertulis maupun lisan yang ada bahwa, tempo dulu dikawasan Kalimantan Timur belahan utara terdapat dua bentuk pemerintahan, yakni : Kerajaan dari kaum suku Tidung dan Kesultanan dari kaum suku Bulungan. Kerajaan dari kaum suku Tidung berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu, Sedangkan Kesultanan Bulungan berkedudukan di Tanjung Palas.
42. Kesultanan Kubu
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kesultanan Kubu adalah sebuah kesultanan yang sekarang terletak di wilayah Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Tahun pendirian kesultanan ini tidak diketahui pasti. Namun, diperkirakan kesultanan ini berdiri pada abad ke-15.
 Sejarah
Sejarah Kesultanan Kubu memiliki kaitan yang erat dengan sejarah Pontianak. Sejarah pantas berhutang budi kepada sekelompok kecil petualang dan saudagar Arab yang singgah di sana atas kemunculan serta tegaknya kedua Kesultanan tersebut pada awalnya. Yaitu ketika 45 penjelajah Arab yang berasal dari daerah Hadramaut di Selatan Jazirah Arab, yang pada mulanya bertujuan untuk mencari keuntungan dengan berdagang di lautan Timur-jauh (Asia) berlabuh di sana. Leluhur dan Tuan Besar (Sultan) Kesultanan Kubu pertama, yaitu Syarif Idrus Al-Idrus, adalah menantu dari Tuan Besar (Sultan) Mampawa (Mempawah). Ia Syarif Idrus juga merupakan ipar dari Sultan pertama Kerajaan Pontianak (Al-Qadri). Pada awalnya Beliau Syarif Idrus membangun perkampungan di dekat muara sungai Terentang, barat-daya pulau Kalimantan.
Sebagaimana keluarga sepupunya (Al-Qadri), Keluarga Syarif Idrus Al-Idrus (the Idrusi) tumbuh menjadi keluarga yang kaya-raya melalui perdagangan yang maju. Mereka membangun hubungan yang terjaga baik dengan Kerajaan Inggris Raya, pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Sir Thomas Stanford Raffles (yang membangun Singapura), saat Raffles ditugaskan di Hindia Belanda. Hubungan ini berlanjut hingga setelah kembalinya Belanda ke Indonesia (Hindia Belanda) dan dirintisnya pembangunan pulau Singapura.
Bagaimanapun juga, hubungan ini tidak disukai oleh Kerajaan Belanda, yang secara formal mereka mengendalikan Pulau Kalimantan berdasarkan kontrak perjanjian bangsa-bangsa yang ditetapkan pada tahun 1823. beberapa keluarga Al-Idrus sempat juga mengalami perubahan kesejahteraan hidup menjadi sengsara pada masa itu. Mereka ada yang meninggalkan Kalimantan demi menjauhi sikap buruk Belanda ke daerah Serawak, yang mana waktu itu menjadi daerah territorial Kerajaan Inggris Raya, demi harapan yang lebih baik akan keberhasilan dalam perdagangan. Sedangkan Keluarga Al-Idrus yang memilin bertahan di Kubu, bagaimanapun juga, tak jua mendapatkan kehidupan serta perlakuan yang lebih baik dari pemerintah Belanda.
Pemerintah Belanda menurunkan Syarif Abbas Al-Idrus dari jabatan Tuan Besar Kesultanan atas dukungan sepupunya, Syarif Zainal Al-Idrus ketika terjadi perebutan jabatan Sultan pada tahun 1911. Akhirnya ia justru terbukti menemui kesulitan dalam pemerintahan serta diturun-tahtakan dengan tanpa memiliki pewaris/pengganti yang jelas, delapan tahun kemudian. Tidak adanya Pewaris tahta, baru ditetapkan dan disahkan setelah beberapa tahun kemudian. sehingga pejabat kesultanan yang ada selama kurun waktu itu hanyalah “Pelaksana sementara” (temporary ruler).
Setelah beberapa lama, akhirnya Syarif Shalih, mendapatkan kehormatan agung dari pemberi wewenang untuk menjabat sebagai Sultan, tetapi kemudian tertahan saat kedatangan tentara Jepang di Mandor, pada tahun 1943.
Dewan kesultanan dan Keluarga Bangsawan tak semudah itu menyutujui pergantian Kesultanan kepada Syarif Shalih. Hingga akhirnya justru Jepang menempatkan putra bungsu Sultan terdahulu yaitu Syarif Hasan, sebagai pemimpin Dewan Kesultanan akan tetapi belum sempat terjadi karena Jepang terlebih dulu kalah pada PD II dan meninggalkan Indonesia. Ia justru baru menerima pengesahan sebagai Pemimpin Kesultanan (Tuan Besar) Kubu pada tahun 1949, setelah Pemerintah Indonesia terbentuk. Kesultanan Kubu itu sendiri akhirnya berakhir dan menghilang ketika dihapus oleh Pemerintahan Republik Indonesia pada tahun 1958.
Sayyid Idrus bin Sayyid 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Tuan Besar Kubu (1772 – 1795)
Sayyid Idrus bin Sayyid 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Tuan Besar Kubu(17721795) –(lahir di Dukhum-Hadramaut Yaman, catatan sejarah menyatakan Beliau pernah singgah di Batavia bersama Al-Habib Husain bin Abubakar al-Idrus-- makamnya di Keramat Luar Batang, Jakarta Utara)-- membangun perkampungan Arab di pesisir Sungai Terentang, yang mana menjadi cikal-bakal Kesultanan Kubu pada tahun 1772. Gelar Sayyid atau Habib atau Syarif yang disandang beliau menandakan bahwa beliau termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Sayyid Al-Imam Husain ra.
Beliau Syarif Idrus menikahi putri H.H. Pangeran Ratu Kimas Hindi Sri Susuhanan Mahmud Badaruddin I Jayawikrama Candiwalang Khalifat ul-Mukminin Sayyidul-Iman, Sultan Palembang, pada tahun 1747. Syarif Idrus wafat pada tahun 1795, penerus Beliau :
  1. Syarif Muhammad bin Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu – lihat bawah.
  2. Syarif 'Alawi bin Syarif Idrus al-Idrus, Tuan (Sultan) Ambawang (Kerajaan kecil bagian dari Kesultanan Kubu). Ia mencoba menjadikan Ambawang sebagai Kesultanan yang terpisah dari Kubu pada tahun 1800 akan tetapi tidak diijinkan oleh Pemerintah Belanda yang dideklarasikan pada tahun 1833 sebagai Kesultanan terpisah. Ia wafat di Ambawang.
  3. Syarif Abdurrahman bin Syarif Idrus (Sultan /Tuan Besar I Kubu) Al-Idrus. Syarif Abdurrahman bin Syarif Idrus Al-Idrus ini menikahi Syarifah Aisyah Al-Qadri yang merupakan putri dari Sultan Syarif Abdurrahman bin Husein Al-Qadri (Sultan I Kesultanan Pontianak di Kalimantan Barat). Berputra Sultan Syarif Ali Al-Idrus yang mendirikan Kesultanan Sabamban di Angsana (sekarang masuk wilayah Keramat Dermaga, Kabupaten Tanahbumbu --Kalimantan Selatan - Indonesia). Sultan Syarif Ali Al-Idrus menjabat sebagai Sultan Sabamban hingga akhir hayatnya. Jadi Keluarga Sultan Syarif Ali mempertemukan dua jalur kebangsawanan Kalimantan, yaitu dari jalur Kesultanan Kubu (Al-Idrus) dan Kesultanan Pontianak (Al-Qadri).
  4. Syarif Mustafa bin Syarif Idrus al-Idrus (Tuan Besar Kubu).
  5. Syarifa Muzayanah [dari Menjina] binti Syarif Idrus al-Idrus (Tuan Besar Kubu). Lahir pada 1748 (putri dari Putri Kerajaaan Palembang).
  6. Syarif Muhammad (17951829) ibni al-Marhum Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
Kerajaan Sabamban
Syarif Ali Al-Idrus, pendiri Kesultanan Sabamban yang merupakan cucu dari Sultan (Tuan Besar) Kubu -Syarif Idrus Al-Idrus ini, pada awalnya menetap di daerah Kubu-Kalimantan Barat (bersama keluarga bangsawan Kesultanan Kubu). Pada masa itu Beliau telah memiliki satu istri dan berputra dua orang yaitu : Syarif Abubakar Al-Idrus dan Syarif Hasan Al-Idrus. Karena ada suatu konflik kekeluargaan, akhirnya Syarif Ali Al-Idrus memutuskan untuk hijrah/pindah ke Kalimantan Selatan dengan meninggalkan istri dan kedua putranya yang masih tinggal di Kesultanan Kubu, melalui sepanjang Sungai Barito hingga sampai di daerah Banjar.
Di daerah Banjar tersebut, beliau mendirikan Kesultanan Sabamban dan menjadi Sultan yang Pertama, bergelar Sultan Syarif Ali Al-Idrus. Pada saat beliau menjadi Sultan Sabamban ini, Beliau menikah lagi dengan 3 (tiga) wanita; Yang pertama Putri dari Sultan Adam dari Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan, yang Kedua dari Bugis (Putri dari Sultan Bugis di Sulwesi Selatan), yang ketiga dari Bone (Putri dari Sultan Bone di Sulawesi Selatan). Pada saat beliau telah menjabat sebagai Sultan Sabamban inilah, kedua putra beliau dari Istri Pertama di Kubu-Kalimantan Barat yaitu Syarif Abubakar dan Syarif Hasan menyusul Beliau ke Angsana - Kesultanan Sabamban, dan menetap bersama Ayahandanya.
Dari Ketiga istri beliau di Banjar-Kalimantan Selatan serta satu Istri beliau di Kubu-Kalimantan Barat tersebut, Sultan Syarif Ali memiliki 12 (duabelas) putra. Putra-putra beliau yaitu : Dari Istri Pertama (Kubu-Kalimantan Barat) :
  1. Syarif Hasan bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus, putra beliau : Sultan Syarif Qasim Al-Idrus, Sultan II Sabamban menjabat sebagai Sultan setelah sepeninggal Kakeknya yaitu Sultan Syarif Ali bin Syarif Abdurrahman Al-Idrus, hingga akhirnya Kesultanan Sabamban ini hilang dari bumi Kalimantan Selatan.
  2. Syarif Abubakar bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
Dari Istri ke-dua, Putri Kesultanan Banjar, Istri ke-tiga (Putri Sultan Bugis) dan Istri ke-empat (Putri Sultan Bone), menurunkan putra-putra beliau :
  1. Syarif Musthafa bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
  2. Syarif Thaha bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
  3. Syarif Hamid bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
  4. Syarif Ahmad bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
  5. Syarif Muhammad bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
  6. Syarif Umar bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
  7. Syarif Thohir bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
  8. Syarif Shalih bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
  9. Syarif Utsman bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus dan
  10. Syarif Husein bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus.
Setelah wafatnya Sultan Syarif Ali Al-Idrus, Jabatan Sultan tidak diteruskan oleh putra-putra beliau, akan tetapi yang menjadi Sultan II Sabamban adala justru cucu beliau yaitu Sultan Syarif Qasim Al-Idrus, putra dari Syarif Hasan (Syarif Hasan adalah putra Sultan Syarif Ali Al-Idrus dari Istri Pertama/Kubu, waktu Syarif Ali masih menetap di Kubu-Kalimantan Barat).
Jadi sepanjang sejarahnya, Kesultanan Sabamban ini hanya dijabat oleh dua Sultan saja, yaitu pendirinya Sultan Syarif Ali Al-Idrus sebagai Sultan I dan cucu beliau sebagai Sultan II Sabamban yaitu Sultan Syarif Qasim Al-Idrus.
Sementara itu, setelah tidak adanya lagi Kesultanan Sabamban tersebut, anak-cucu keluarga bangsawan dari keturunan Sultan Syarif Ali Al-Idrus ini, menyebar ke seluruh wilayah Kalimantan Selatan pada umumnya dan ada yang hijrah ke Malaysia, Filipina, pulau Jawa dan di belahan lain Nusantara hingga saat ini.
Syarif Muhammad (1795 – 1829)
Syarif Muhammad (17951829) ibni al-Marhum Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal dunia pada 1795. Menerima perlindungan dari Belanda saat ia menyetujui kontrak perjanjian dengan Pemerintah NEI (Hindia Belanda), 4 Juni 1823. Ia meninggal pada 7 Juni 1829, memiliki keturunan, tiga putra :
  1. Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Muhammad al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar of Kubu
  2. Syarif Taha bin Syarif Muhammad al-Idrus, Kampung Sungai Pinang.
  3. Syarif Mubarak bin Syarif Muhammad al-Idrus. Menggantikan kakaknya sebagai Pemimpin di Kampung Sungai Pinang.
Syarif 'Abdu'l Rahman (1829 – 1841)
Syarif 'Abdu'l Rahman (18291841) ibni al-Marhum Syarif Muhammad al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal pada 7 Juni 1829. Menikahi Syarifa Idja. Ia meninggal pada 2 Februari 1841, memiliki keturunan, tiga putra :
  1. Syarif Ismail bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Kubu – lihat bawah.
  2. Syarif Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Kubu – lihat bawah.
  3. Syarif Kasim bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. menikahi putri dari Pangeran Syarif Hamid, Batavia. Ia memilki, seorang putra:
    1. Syarif Ismail bin Syarif Kasim al-Idrus.
  4. Syarif Aqil bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Menikahi Syarifa Jara. Ia memiliki keturunan :
    1. Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Akil al-Idrus. Menikahi Syarifa Piah ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, putri kedua dari Syarif Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia memiliki, dua anak.
      1. Syarif Hamid bin Syarif Akil al-Idrus. Menikahi Syarifa Kamala.
      2. Syarifa Saha binti Syarif Akil al-Idrus. Menikah dengan Syarif Umar ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Putra ke-empat Syarif Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Kubu. Ia memiliki dua anak - lihat bawah.
      3. Syarifa Bunta binti Syarif Akil al-Idrus.
  5. Syarifa Saida binti Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Menikah dengan Syarif Muhammad Ba-Hasan, dan memiliki keturunan :
    1. Syarifa Saha binti Syarif Muhammad Ba-Hasan. Menikah dengan Syarif Umar Al-Qadri, of Pontianak.
  6. Syarifa Nur binti Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Menikah dengan Syarif Alawi, memiliki keturunan dua putra :
    1. Syarif 'Abdu'llah bin Syarif Alawi. Menikah dengan Syarifa Saliha, memiliki dua anak.
    2. Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Alawi.
Syarif Ismail (1841 – 1864)
Syarif Ismail (18411864) ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal pada 2 Februari 1841, dilantik pada 28 Mei 1841. Memiliki beberapa istri, termasuk (yang pertama) Tengku Embong binti al-Marhum Tengku Besar Anum (d.s.p.), Putri bungsu dari H.H. Tengku Besar Anum ibni al-Marhum Sultan 'Abdu'l Jalil Shah, Panembahan Sukadana, dengan istri keduanya, Tengku Jeba binti Tengku Ja'afar, Putri tertua dari Tengku Ja'afar bin Tengku Musa, Tengku Panglima Besar Karimata. Syarif Ismail juga menikahi (yang kedua) Syarifa Zina.
Beliau meninggal 19 September 1864, memiliki keturunan, 4 laki-laki dan 8 perempuan :
  1. Syarif 'Abdu'l Rahman ibni al-Marhum Syarif Ismail (Putra Mahkota) menikahi Syarifa Amina. Ia hilang saat pergi ke Serawak (diperkirakan meninggal dunia), pada 1866.
  2. Syarif Muhammad Zainal Idrus ibni al-Marhum Syarif Ismail, Tuan Kubu - lihat bawah.
  3. Syarif Said ibni al-Marhum Syarif Ismail. Menikahi Syarifa Zina, dan memiliki dua anak.
  4. Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Ismail. Menikahi Syarifa Marian.
Anak perempuan :
  1. Syarifa Nur binti al-Marhum Syarif Ismail. Dia meninggal sebelum 1903.
  2. Syarifa Dara binti al-Marhum Syarif Ismail, menikah dengan sepupunya, Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Putra Bungsu Syarif Hasan ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia memilki, 3 anak - lihat bawah.
  3. Syarifa Fatima binti al-Marhum Syarif Ismail.
  4. Syarifa Amina binti al-Marhum Syarif Ismail.
  5. Syarifa Rola binti al-Marhum Syarif Ismail. menikah dengan Syarif Mahmud, dan memiliki 3 anak.
  6. Syarifa Zina binti al-Marhum Syarif Ismail. menikah dengan Syarif Mansur, dan memiliki 1 anak.
  7. Syarifa Talaha binti al-Marhum Syarif Ismail.
  8. Syarifa Mariam binti al-Marhum Syarif Ismail.
Syarif Hasan (1864 – 1871)
Syarif Hasan (18641871) ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Kakak tertuanya pada 19 September 1864. dilantik pada 5 Maret 1866. Resmi memegang jabatan Tuan Kubu mulai 7 Juli 1871. menikah dengan Syarifa Isa. Ia meninggal pada 4 November 1900, memiliki 13 putra dan 6 putri.
Putera :
  1. Syarif Muhammad ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir sebelum 1862.
  2. Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir sebelum 1862. Ia meninggal pada waktu muda.
  3. Syarif 'Abbas ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu - lihat bawah.
  4. Syarif 'Abdu'llah ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir pada 1870. menikah dengan Syarifa Selina, dan memiliki lima anak.
  5. Syarif Yasin ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir 1872. menikah dengan Syarifa Muna, dan memiliki keturunan, 4 anak.
  6. Syarif 'Umar ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarifa Saha binti Syarif Akil al-Idrus, putri tertua Syarif Akil bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Ia memilki, dua anak.
  7. Syarif Kasim ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. DH Kubu, Mbr. of the Cncl. of Regency (Anggota Majelis Rakyat Kabupaten/DPRD) 1919-1921. menikah dengan Syarifa Kamariah. Ia meninggal pada 16 Juni 1921.
  8. Syarif Taha ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarifa Darah, dan memiliki keturunan, 2 anak.
  9. Syarif Usman ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarifa 'Isa al-Idrus.
  10. Syarif Sajaf ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
  11. Syarif Husain ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
  12. Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan sepupunya, Syarifa Dara, Putri kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
  13. Syarif Zaman [Seman] ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
Puteri :
  1. Syarifa Shaikha binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
  2. Syarifa Sipa binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif 'Abu Bakar, dan memiliki keturunan, 2 anak.
  3. Syarifa Piah binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Akil al-Idrus, Putra tertua Syarif Akil bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Ia memilki, dua anak – lihat atas.
  4. Syarifa Talaha binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif Kechil, dan memiliki keturunan 2 anak.
  5. Syarifa Saida binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif Muhammad, dan memiliki keturunan dua anak.
  6. Syarifah Mani binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
  7. Syarifa Kembong binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
Syarif 'Abbas (1900 – 1911)
Syarif 'Abbas (19001911) ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Lahir 1853, Pendidikan Khusus. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal pada 4 November 1900. Dilantik pada 6 Juli 1901. Diturunkan dari tahtanya pada April 1911. memiliki beberapa istri, termasuk Syarifa Kamariah. Ia memiliki dua putra dan 10 putri .
Putera-putera:
  1. Syarif 'Abdu'l Rahman ibni al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. Lahir 1903. Ia meninggal pada usia muda..
  2. Syarif Ahmad ibni al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus [Wan Sulung]. Ia terbunuh pada 1906.
Puteri-puteri :
  1. Syarifa Inah binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
  2. Syarifa Zubaida binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Mahmud, dan memiliki keturunan tiga anak.
  3. Syarifa Kamala binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Hamid, dan memiliki satu anak.
  4. Syarifa Buntat binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Kasim, dan memiliki satu anak.
  5. Syarifa Isa binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
  6. Syarifa Tura binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Muhammad Zainal Idrus ibni al-Marhum Syarif Ismail al-Idrus, Tuan Besar Kubu (Lahir pada 1851), Putra kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
  7. Syarifa Nur binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Muhammad [Mo] al-Idrus, dan memiliki satu anak.
  8. Syarifa Saliha binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif 'Umar al-Idrus.
  9. Syarifa Kuning binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
  10. Syarifa Kebong binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
Syarif Muhammad Zainal Idrus (1911 – 1921)
Syarif Muhammad Zainal Idrus (19111921) ibni al-Marhum Syarif Ismail al-Idrus, Tuan Besar Kubu. Lahir 1851, Putra kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu, Pendidikan Khusus. Dipilih oleh Belanda untuk menggantikan sepupunya yang diturun-tahtakan sebelumnya pada 26 September 1911. Dilantik pada 15 Januari 1912. Menyerahkan menyerahkan wewenang Kesultanan kepada Dewan Kabupaten pada 1919. di-turun-tahtakan tanpa adanya pilihan pengganti pada 11 April 1921. Memiliki 3 istri, termasuk Syarifa Tura binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus, Putri ke-enam Syarif 'Abbas ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia memiliki, 7 putra :
  1. Syarif Mustafa ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus.
  2. Syarif Akil [Agel] ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus. Lahir 1877, Pendidikan Khusus. Menikah dengan putri Syarif Said al-Idrus pada 1900. Ia memiliki 3 putra :
    1. Syarif 'Usman ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus.
    2. Syarif Tani ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus.
    3. Syarif Mohsen [Mukhsin] ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus.
  3. Syarif Ja'afar ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus.
  4. Syarif Husain ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus (putra dari istri pertama).
  5. Syarif Hasan ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus, Tuan Besar of Kubu (putra dari istri kedua)- lihat bawah.
  6. Syarif 'Usman ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus (putra dari istri ke-tiga).
  7. Syarif Salim ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus.
Syarif Salih (1921 – 1943)
Syarif Salih (19211943) ibni al-Marhum Idrus al-Idrus, Tuan Besar Kubu. Lahir 1881, Pendidikan khusus. Dipilih oleh Belanda, bersama Dewan Kesultanan, dikenal sebagai Senior Mbr. of the Cncl. of Regent 1919 (Anggota Senior Dewan Rakyat Kabupaten). Menjadi Asisten Bupati pada 16 Juni 1921. Dikenal sebagai Pelaksana Sementara Kesultanan, pada September 1921. Dilantik pada 7 Februari 1922. Ditangkap oleh Jepang pada 23 November 1943. Menerima: Knt. of the Order of Orange-Nassau (17.8.1940) Gelar Ksatria-Bangsawan dari Kerajaan Belanda (17 Agustus 1940), dan Lesser Golden Star for Loyalty dan Merit (Gelar Pengabdian dan Jasa Luar Biasa dari Kerajaan Belanda). Ia dibunuh (dipancung) oleh tentara Jepang di Mandor pada 28 Juni 1944, memiliki dua putra :
  1. Syarif Yahya ibni al-Marhum Syarif Salih al-Idrus. Ia memiliki putra :
    1. Syarif Hamid bin Syarif Yahya al-Idrus.
    2. Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Yahya al-Idrus.
  2. Syarif Husain bin Syarif Salih al-Idrus. Excluded from the succession because of physical dan mental incapacity. Ia memiliki seorang anak :
    1. Syarif Yusuf bin Syarif Husain al-Idrus. (Mbr. of the Cncl. of Regency (Anggota Senior Dewan Rakyat Kabupaten) 1946).
Syarif Hasan (1943 – 1958)
Syarif Hasan (19431958) ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus, Tuan Besar of Kubu, Pendidikan: HIS Pontianak. Menjadi Ketua bestuur comite oleh Jepang pada tahun 1943. Dilantik sebagai Pemimpin Dewan Rakyat Daerah (Cncl. of Regency/DPRD) pada 1946. Terpilih sebagai head of the self-governing monarchy (Pemimpin Kerajaaan-kerajaan di Indonesia) pada 16 August 1949. Diturunkan dari tahtanya saat Kesultanan Kubu dihapus oleh Pemerintah RI pada tahun 1958.
Nasab Bani Alawi - al-Husaini
Bani Alawi ialah gelar marga yang diberikan kepada mereka yang nasab-nya bersambung kepada Sayyid Alawi bin Ubaidullah (Abdullah) bin Ahmad bin Isa Al-Muhajir. Ahmad bin Isa Al-Muhajir telah meninggalkan Basrah di Iraq bersama keluarga dan pengikut-pengikutnya pada tahun 317H/929M untuk berhijrah ke Hadhramaut di Yaman Selatan. Cucu Ahmad bin Isa yang bernama Alawi, merupakan orang pertama yang dilahirkan di Hadramaut. Oleh itu anak-cucu Alawi digelar Bani Alawi, yang bermakna “Keturunan Alawi”. Panggilan Bani Alawi atau Ba'Alawi juga ialah bertujuan memisahkan kumpulan keluarga ini daripada cabang-cabang keluarga yang lain yang juga keturunan dari Nabi Muhammad SAW.
Bani Alawi (Ba 'Alawi) juga dikenali dengan kata-nama Sayid (jamaknya: Sadah) atau Habib (jamaknya: Haba'ib) atau Syarif (jamaknya: Asyraf, khusus bagi bangsawan/ningrat-nya). Untuk kaum wanitanya dikenal juga dengan sebutan Syarifah. Keluarga yang bermula di Hadhramaut di negara Yaman ini, telah berkembang dan menyebar, dan saat ini banyak diantara mereka yang menetap di segenap pelosok dunia baik Arab, Indonesia, Asia Tenggara, India, Afrika dan lainnya.
Gelar dan Istilah
Putra Mahkota/Pangeran : Syarif (atau Sayyid) (nama pribadi) ibni al-Marhum Syarif (atau Sayyid) (nama bapaknya) Al-Idrus (nama marga/keluarga), Tuan Besar Kubu (aslinya: Yang di-Pertuan Besar).
Anggota laki-laki keluarga Kesultanan yang lain, keturunan pada garis Bapak: Syarif (atau Sayyid) (nama pribadi) ibni Syarif (or Sayyid) (nama bapaknya) Al-Idrus (nama marga/keluarga).
Anggota wanita keluarga Kesultanan, keturunan pada garis bapak: Syarifah (nama pribadi) binti Syarif (atau Sayyid) (nama bapaknya) Al-Idrus (nama marga/keluarga).
[sunting] Aturan Suksesi (Pergantian)
Pemilihan Raja dijalankan oleh Dewan Kesultanan (Council of the State) dan Anggota Senior dari Keluarga kebangsawanan yang menjabat Mufti/Qadhi (Ruling House).

Zaman Portugis

Keahlian bangsa Portugis dalam navigasi, pembuatan kapal dan persenjataan memungkinkan mereka untuk melakukan ekspedisi eksplorasi dan ekspansi. Dimulai dengan ekspedisi eksplorasi yang dikirim dari Malaka yang baru ditaklukkan dalam tahun 1512, bangsa Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang tiba di kepulauan yang sekarang menjadi Indonesia, dan mencoba untuk menguasai sumber rempah-rempah yang berharga [2] dan untuk memperluas usaha misionaris Katolik Roma. Upaya pertama Portugis untuk menguasai kepulauan Indonesia adalah dengan menyambut tawaran kerjasama dari Kerajaan Sunda.
Pada awal abad ke-16, pelabuhan-pelabuhan perdagangan penting di pantai utara Pulau Jawa sudah dikuasai oleh Kesultanan Demak, termasuk dua pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu Banten dan Cirebon. Khawatir peran pelabuhan Sunda Kelapa semakin lemah, raja Sunda, Sri Baduga (Prabu Siliwangi) mencari bantuan untuk menjamin kelangsungan pelabuhan utama kerajaannya itu. Pilihan jatuh ke Portugis, penguasa Malaka. Dengan demikian, pada tahun 1512 dan 1521, Sri Baduga mengutus putra mahkota, Surawisesa, ke Malaka untuk meminta Portugis menandatangani perjanjian dagang, terutama lada, serta memberi hak membangun benteng di Sunda Kelapa.[3]
Pada tahun 1522, pihak Portugis siap membentuk koalisi dengan Sunda untuk memperoleh akses perdagangan lada yang menguntungkan. Tahun tersebut bertepatan dengan diselesaikan penjelajahan dunia oleh Magellan.
Komandan benteng Malaka pada saat itu adalah Jorge de Albuquerque. Tahun itu pula dia mengirim sebuah kapal, São Sebastião, di bawah komandan Kapten Enrique Leme, ke Sunda Kalapa disertai dengan barang-barang berharga untuk dipersembahkan kepada raja Sunda. Dua sumber tertulis menggambarkan akhir dari perjanjian tersebut secara terperinci. Yang pertama adalah dokumen asli Portugis yang berasal dari tahun 1522 yang berisi naskah perjanjian dan tandatangan para saksi, dan yang kedua adalah laporan kejadian yang disampaikan oleh João de Barros dalam bukunya "Da Asia", yang dicetak tidak lama sebelum tahun 1777/78.
Menurut sumber-sumber sejarah ini, raja Sunda menyambut hangat kedatangan orang Portugis. Saat itu Prabu Surawisesa telah naik tahta menggantikan ayahandanya dan Barros memanggilnya "raja Samio". Raja Sunda sepakat dengan perjanjian persahabatan dengan raja Portugal dan memutuskan untuk memberikan tanah di mulut Ciliwung sebagai tempat berlabuh kapal-kapal Portugis. Selain itu, raja Sunda berjanji jika pembangunan benteng sudah dimulai maka beliau akan menyumbangkan seribu karung lada kepada Portugis. Dokumen kontrak tersebut dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal; keduanya ditandatangani pada tanggal 21 Agustus 1522.
Pada dokumen perjanjian, saksi dari Kerajaan Sunda adalah Padam Tumungo, Samgydepaty, e outre Benegar e easy o xabandar, maksudnya adalah "Yang Dipertuan Tumenggung, Sang Adipati, Bendahara dan Syahbandar Sunda Kelapa". Saksi dari pihak Portugis, seperti dilaporkan sejarawan Porto bernama João de Barros, ada delapan orang. Saksi dari Kerajaan Sunda tidak menandatangani dokumen, mereka melegalisasinya dengan adat istiadat melalui "selamatan". Sekarang, satu salinan perjanjian ini tersimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta.
Pada hari penandatangan perjanjian tersebut, beberapa bangsawan Kerajaan Sunda bersama Enrique Leme dan rombongannya pergi ke tanah yang akan menjadi tempat benteng pertahanan di mulut Ci Liwung. Mereka mendirikan prasasti, yang disebut Luso-Sundanese padrão, di daerah yang sekarang menjadi Kelurahan Tugu di Jakarta Utara. Adalah merupakan kebiasaan bangsa Portugis untuk mendirikan padrao saat mereka menemukan tanah baru. Padrao tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Portugis gagal untuk memenuhi janjinya untuk kembali ke Sunda Kalapa pada tahun berikutnya untuk membangun benteng dikarenakan adanya masalah di Goa/India.
Perjanjian inilah yang memicu serangan tentara Kesultanan Demak ke Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan berhasil mengusir orang Portugis dari Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Tanggal ini di kemudian hari dijadikan hari berdirinya Jakarta.
Gagal menguasai pulau Jawa, bangsa Portugis mengalihkan perhatian ke arah timur yaitu ke Maluku. Melalui penaklukan militer dan persekutuan dengan para pemimpin lokal, bangsa Portugis mendirikan pelabuhan dagang, benteng, dan misi-misi di Indonesia bagian timur termasuk pulau-pulau Ternate, Ambon, dan Solor. Namun demikian, minat kegiatan misionaris bangsa Portugis terjadi pada pertengahan abad ke-16, setelah usaha penaklukan militer di kepulauan ini berhenti dan minat mereka beralih kepada Jepang, Makao dan Cina; serta gula di Brazil.
Kehadiran Portugis di Indonesia terbatas pada Solor, Flores dan Timor Portugis setelah mereka mengalami kekalahan dalam tahun 1575 di Ternate, dan setelah penaklukan Belanda atas Ambon, Maluku Utara dan Banda.[4] Pengaruh Portugis terhadap budaya Indonesia relatif kecil: sejumlah nama marga Portugis pada masyarakat keturunan Portugis di Tugu, Jakarta Utara, musik keroncong, dan nama keluarga di Indonesia bagian timur seperti da Costa, Dias, de Fretes, Gonsalves, Queljo, dll. Dalam bahasa Indonesia juga terdapat sejumlah kata pinjaman dari bahasa Portugis, seperti sinyo, nona, kemeja, jendela, sabun, keju, dll.

[sunting] Zaman VOC

Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) atau VOC yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VOC yang merupakan perserikatan dagang Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagian saham.
Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.
VOC terdiri 6 Bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (XVII Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah delapan.
Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda.
Kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16. Timbulnya kerajaan-kerajaan tersebut didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, Tiongkok, dll. Kerajaan tersebut dapat dibagi menjadi berdasarkan wilayah pusat pemerintahannya, yaitu di Sumatera, Jawa, Maluku, dan Sulawesi.

Kerajaan Islam di Sumatera
Periode tahun tepatnya kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera masih simpang siur dan memerlukan rujukan lebih lanjut.
• Kesultanan Perlak (abad ke-9 - abad ke-13)
• Kesultanan Samudera Pasai (abad ke-13 - abad ke-16)
• Kesultanan Malaka (abad ke-14 - abad ke-17)
• Kesultanan Aceh (abad ke-16 - 1903)
• Kerajaan Melayu Jambi
• Kerajaan Melayu Riau

Kerajaan Islam di Jawa
• Kesultanan Demak (1500 - 1550)
• Kesultanan Pajang (1568 - 1618)
• Kesultanan Mataram (1586 - 1755)
• Kesultanan Cirebon (sekitar abad ke-16)
• Kesultanan Banten (abad 16)

Kerajaan Islam di Maluku
• Kesultanan Ternate (1257 - 1583)
• Kesultanan Tidore (1110 - 1947?)
• Kesultanan Jailolo
• Kesultanan Bacan
• Kerajaan Tanah Hitu (1470-1682)

Kerajaan Islam di Sulawesi
• Kesultanan Gowa (awal abad ke-16 - 1667?)
• Kesultanan Buton (1332 - 1911)
• Kesultanan Bone (abad 17)

Kerajaan Islam di Kalimantan
• Kesultanan Banjar
• Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura
• Kesultanan Pontianak



A
 . Aceh: berada di wilayah utara dari pulau Sumatra, kesultanan Achin atau Atjeh didirikan pada akhir abad ke-15.
• Adonara: kerajaan yang berada di pulau pegunungan berapi yang bernama pulau
  Adonara di Kepulauan Sunda Kecil.
• Aga Nonsin
• Agang Nionjo
• Aitoon: kerajaan di pulau Timor Barat.
• Ajer Lebu: kerajaan yang lebih kurang merupakan bawahan dari kesultanan Aceh,     
  berada di wilayah Sumatra.
• Alita: kerajaan yang berada di wilayah Bugis, Sulawesi Selatan.
• Allah: kerajaan yang berada di wilayah Bugis, Sulawesi Selatan.
• Amaabi Oefeto: kerajaan di pulau Timor Barat yang terbentuk pada tahun 1917 menjadi
  kerajaan Kupang yang lebih besar.
• Amabi:kerajaan di pulau Timor Barat yang terbentuk pada tahun 1917 menjadi kerajaan
   Kupang yang lebih besar.
• Amahei: kerajaan setengah merdeka di barat daya dari Seram di Maluku. Pemimpinnya
   digelari Raja pada tahun 1960-an.
• Amakono
• Amanatun: kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu). Kedaulatan kerajaan diganti
    pada tahun 1962. Istana Raja dipindahkan dari Nunkolo ke SoE pada tahun 1952.
• Amanuban: Kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu). Istana Raja disebut Sonaf
   Naik (Istana Besar).
• Amarasi: kerajaan di Timor Barat.
• Ambawang: kerajaan bawahan dari kerajaan Kubu di Kalimantan Barat. Ambawang
  Berusaha menjadi negara merdeka dari Kubu pada tahun sekitar 1800, tetapi tidak
  Diperbolehkan oleh Hindia Belanda yang mengumumkannya pada tahun 1830.
• Ambeno, Ambenu, Ambeno Mosu Talip: kerajaan di Timor Barat.
• Ambeno Kolabe: kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu), didirikan oleh orang-
   orang yang melarikan diri dari Oecussi Ambeno
• Amfoan, Amfoang, Amfoan Naikliu, Amfoan Timau: kerajaan di Timor Barat, awalnya
  disebut hanya Amfoan, tetapi kemudian pecah menjadi 2 cabang; Amfoan Naikliu dan
  Amfoan Timau. Raja dari Amfoan Naikliu memerintah hanya pada kota Naikliu dan
  beberapa desa.
• Ampibabo: kerajaan yang berada di tengah Sulawesi
• Anakalang: kerajaan yang berada di barat dari pulau Sumba
• Andeue dan Lala: kerajaan yang merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, berada di
   wilayah Sumatra.
• Arai: kerajaan yang merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, berada di wilayah
   Sumatra. Merupakan bagian dari Federasi Hulubalang XII.
• Areë
• Aru atau Haru: kerajaan suku Karo di muara sungai Wampu, Sumatera Utara.
• Arun: kerajaan bawahan dari kesultanan Aceh, di daerah Meureudu, Sumatra.
   Merupakan bagian dari Federasi Hulubalang XII.
• Asahan: berada di Sumatra bagian timur, didirikan menjadi sebuah kerajaan pada akhir
   abad ke-17 oleh anak dari Sultan Aceh.[1]
• Ati Ati: Kerajaan yang berada di bagian timur pulau Irian.
• Atingola: kerajaan di Sulawesi Utara. didirikan tahun 1667 dan ditundukkan pada tahun 1889.

B
• Baa: satu dari 19 kerajaan yang berada di kepulauan Rote, Barat Daya Pulau Timor,
  dibentuk tahun 1691.
• Bacan: kerajaan seluas 1.600 km² di Kepulauan Maluku yang didirikan pada tahun 1322 oleh orang-orang dari Djailolo (sekarang Jailolo) dan diperintah oleh pemimpin Islam sejak abad ke-16, yang kemudian bergelar Sultan.
• Bada: kerajaan di Sulawesi Tengah
• Badung: kerajaan yang dibentuk karena kejatuhan Majapahit, setelah Dewa Agung Ketut, penguasa Bali dan Lombok membagi kerajaannya untuk ke-9 anak-anaknya. Wilayahnya saat ini menjadi Kabupaten Badung.
• Bagoh
• Bait: kerajaan kecil di Timor Barat
• Baju: kerajaan yang merupakan bagian dari Kesultanan Aceh di daerah Sumatra.
• Balangnipa: kerajaan di daerah Mandar, Sulawesi Selatan, dibentuk tahun 1667.
• Balatu: kerajaan di Sulawesi Selatan, dibentuk tahun 1667.
• Balepe: kerajaan di daerah Toraja, Sulawesi Selatan.
• Bali dan Lombok
• Bambel: kerajaan yang merupakan bagian dari Kesultanan Aceh di daerah Sumatra.
• Bambi dan Oenoë, Bambi dan Unu: kerajaan yang merupakan bagian dari Kesultanan Aceh di Sigli. Merupakan bagian dari Federasi Hulubalang VI.
• Banasu: kerajaan di Sulawesi Tengah.
• Banawa: kerajaan di Sulawesi Tengah, yang dibentuk pada 1667.
• Bancea dan Puumbolo: kerajaan di Sulawesi Tengah, bagian dari Poso.
• Bandahara
• Banga: kerajaan di daerah Toraja, Sulawesi Selatan.
• Banggai: kerajaan di Pulau Banggai di tenggara Sulawesi.
• Bangkala: kerajaan di daerah Makassar, Sulawesi Selatan, ditundukkan pada tahun 1863.
• Bangkalan: kerajaan seluas 354 km² di Pulau Madura yang menurut legenda didirikan oleh Raja Majapahit terakhir. Penguasa pertama pada tahun 1530 adalah anak dari Pangeran Palakaran, awal abad ke-16.
• Bangli: kerajaan yang didirikan setelah kejatuhan Majapahit, setelah Dewa Agung Ketut, Penguasa Bali dan Lombok membagi kerajaannya.
• Banjar: kerajaan di Kalimantan Selatan yang mungkin didirikan akhir abad ke-14 oleh Empu Djamatka dari Hindustan, memeluk Islam pada 1520.[2]
• Bantam
• Banten: didirikan awal abad ke-16 saat kejatuhan Majapahit.
• Bantjea dan Puumbolo
• Barang Barang: kerajaan di Sulawesi Selatan, didirikan pada 1667.
• Barnusa: kerajaan di bagian barat dari Pulau Pantar, sebelah barat Pulau Alor. Kekuasaan terpisah menjadi dua marga yaitu Baso dan Blegar.
• Barru: kerajaan di daerah Bugis, Sulawesi Selatan.
• Baruija: kerajaan di Sulawesi Selatan, dibentuk pada 1667.
• Barus: kesultanan yang didirikan oleh Dinasti Pardosi. Wilayahnya memanjang dari Mandailing Natal sampai Tarumon di Singkil.[3]
• Barusjahe: kerajaan di Sumatera Timur.
• Battoise
• Batu Baharang Urung (Federasi)
• Batu Kankung: kerajaan di Sumatera Barat.
• Batulapa: kerajaan di daerah Bugis, Sulawesi Selatan.
• Batulicin: kerajaan di Kalimantan Selatan.
• Batulolong: kerajaan di Pulau Pantar, sebelah barat Pulau Alor.
• Batu Mbulan
• Batuputih
• Bau: kerajaan di daerah Toraja, Sulawesi Selatan.
• Beboki: kerajaan di Timor Barat.
• Bedagei: kerajaan seluas 337.52 km² Sumatera Timur, bagian dari Kesultanan Deli.
• Bedahulu atau Bedulu: kerajaan kuno di Gianyar, Bali, sekitar abad ke-8 sampai ke-14.
• Belu: federasi kerajaan di Timor Barat.
• Bendjoar
• Benu: kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu).
• Berau, Berouw: kerajaan di Kalimantan Timur.
• Berutas
• Besiana: kerajaan di Timor Barat.
• Besitan: kerajaan seluas 165 km² Sumatra Timur.
• Besoa: kerajaan di Sulawesi Tengah.
• Beubasan
• Beutong: kerajaan bawahan dari Kesultanan Aceh.
• Biboki
• Bila: kerajaan di Sumatera Timur.
• Bilba: satu dari 19 kerajaan di kepulauan Rote.
• Bima: kerajaan yang eksis pada abad ke-17 di Pulau Sumbawa.[4]
• Binamo, Binamu: kerajaan di daerah Makassar, Sulawesi Selatan, dibangun pada tahun 1864 sebagai pengganti Turatea dan dikuasai oleh Belanda pada 1906.
• Bingei: kerajaan seluas 94.53 km² di Sumatra Timur.
• Bintamo: kerajaan di daerah Makassar, Sulawesi Selatan.
• Bintauna: kerajaan di Barat laut Sulawesi.
• Binuang: kerajaan di daerah Mandar, Sulawesi Selatan.
• Birumaru: kerajaan di Sulawesi Tengah, bersatu dengan Dolo dari 1908 menjadi Dolo Birumaru, kemudian terpisah dan bergabung dengan Sigi dari 1915 sampai 1929 menjadi Sigi Birumaru.
• Blagar: kerajaan di sebelah tenggara Pulau Pantar, arah barat Pulau Alor.
• Blambangan: kerajaan yang ada pada akhir era Majapahit di daerah Blambangan, selatan Banyuwangi.
• Blangmangat: kerajaan di bawah Kesultanan Aceh.
• Blangme, Blang Meh: kerajaan di bawah Kesultanan Aceh.
• Blang Pedir, Blangpidie: kerajaan di bawah Kesultanan Aceh.
• Blayu: kerajaan di Bali yang terletak di kecamatan Marga, Tabanan.
• Bluek: kerajaan di bawah Kesultanan Aceh.
• Boalemo: kerajaan di Sulawesi Utara, ditundukkan Belanda pada 1889.
• Bobasan: kerajaan di bawah Kesultanan Aceh.
• Boga Sukudua: kerajaan di daerah Sumatera Timur.
• Bohorok: kerajaan seluas 19.92 km² Sumatra Timur.
• Bokai: satu dari 19 kerajaan di kepulauan Rote. Didirikan 1756.
• Bolaäng Itang: negara kota di Sulawesi Utara, bersatu dengan Kaidipang tahun 1912 menjadi Kaidipang Besar.
• Bolaäng Mongondow: kerajaan di Sulawesi Utara yang bergabung tahun 1568 dengan Ternate dan menjadi bagian pada tahun 1677. Tonsawang, Pasan, Ratahan, Povosakon dan sebagian Bantik membayar uptei ke Bolaäng pada 1697.
• Bolaäng Uki: negara kota di Sulawesi Utara.
• Bolano: kerajaan di tengah daerah Moutong, Sulawesi Tengah.
• Bone: di daerah Bugis, Sulawesi Selatan. didirikan pada 1634, ditundukkan Belanda pada 1905 dan dikembalikan pada 1931.[5]
• Bonea: kerajaan di Sulawesi Selatan, dibentuk pada 1667.
• Bonerate: kerajaan di Pulau Bonerate, Sulawesi Selatan, dibentuk pada 1667.
• Bontobangun: kerajaan di Sulawesi Selatan, dibentuk pada 1667.
• Bontobatu
• Buakaju: kerajaan di daerah Toraja, Sulawesi Selatan.
• Bubon: kerajaan di Sumatera.
• Buging dan Bagoh: kerajaan di bawah Kesultanan Aceh.
• Buket
• Buleleng: kerajaan yang dibangun sebagai akibat dari kejatuhan Majapahit, setelah Dewa Agung Ketut, penguasa Bali dan Lombok membagi kerajaannya.[6]
• Bulo Bulo: kerajaan di Sulawesi Selatan.
• Bulungan, Boelongan: kerajaan di Kalimantan Timur, Bagian dari Berau pada abad ke-19.
• Bungku: kerajaan di Sulawesi Tengah, merdeka dari Ternate pada 1900.
• Buntubatu: kerajaan di daerah Bugis, Sulawesi Selatan.
• Bunut: kerajaan di Kalimantan Barat.
• Buol: negara kota di Sulawesi Tengah, didirikan pada 1660.
• Buton: kerajaan yang didirikan sebelum 1550 di Pulau Buton, di tenggara Sulawesi. Sejak 1886, memiliki 3 keturunan sultan yaitu: Kaum Tanailandutak, Kaum Tapitapitak dan Kaum Kumbewahatak.

C
• Campa: kerajaan di Vietnam bagian selatan.
• Cantung: kerajaan di Kalimantan Selatan.
• Cenrana: kerajaan di daerah Mandar, Sulawesi Barat.
• Ceranti
• Cirebon: kerajaan yang didirikan pada tahun 1478 sebagai akibat dari kejatuhan Majapahit.
• Cumbok
• Cunda

D
• Dafalu: kerajaan di Timor Barat.
• Daha: kerajaan Hindu yang pernah berdiri di Kalimantan Selatan.
• Dehla: satu dari 19 kerajaan di kepulauan Rote, Barat daya Pulau Timor. Dehla melepaskan diri dari Oenale dan didirikan pada tahun 1800-an.
• Deli: kerajaan seluas 1,820 km² di timur Sumatera dan didirikan pada tahun 1630. Kerajaan antara tahun 1630 sampai 1814, berubah menjadi kesultanan tahun 1814 ketika memperoleh kemerdekaan dari Kerajaan Siak.[7]
• Demak: kerajaan Islam pertama di Jawa, didirikan di Demak pada tahun 1478 oleh Raden Patah.
• Denai: kerajaan kota seluas 46 km² di timur Sumatra.
• Dengka: kerajaan terbesar dari 19 kerajaan yang berada di Pulau Rote.
• Denpasar
• Dharmasraya: kerajaan yang terletak di selatan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Sumatera Barat, dan di utara Jambi. Memiliki persahabatan erat dengan Majapahit dengan perkawinan kedua putrinya, Dara Jingga dan Dara Petak dengan Raja dan bangsawan Majapahit.
• Dimu
• Dirma: kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu). Kadang merupakan bagian dari Federai Belu.
• Diu: satu dari 19 kerajaan di Pulau Rote, kadang berada di bawah kekuasaan Korbafo, didirikan pada 1691.
• Djailolo
• Djambi
• Djongkong
• Dolago: kerajaan di Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah.
• Dolo: kerajaan di Sulawesi Tengah. Dolo pernah bergabung dengan Rindau dan Kaleke dari tahun 1650 sampai 1890, dengan Birumaru dari 1908 menjadi Dolo Birumaru sampai Birumaru memisahkan diri.
• Dolok Silau: kerajaan di Sumatra Timur.
• Dompu: kerajaan di Pulau Sumbawa
• Donggala
• Federasi Duri

E
• Edi Besar (keakuratan dipertanyakan)
• Edi Tjoet (keakuratan dipertanyakan)
• Mukims Sama Indra VIII dan Lhok Kaju (keakuratan dipertanyakan)
• Ende: kerajaan kepulauan di kepuluan Flores
• Enjung: kurang lebih adalah kerajaan bawahan dari kesultanan Aceh, didaerah Sumatera. Kerajaan ini adalah bagian dari federasi Hulubalangs XII dari Pedir.
• Enrekang: kerajaan di wilayah Bugi di Celebes Selatan.
• Faan: kerajaan di pulai Kei Kecil, kepulauan Kei di Maluku. (keakuratan dipertanyakan)

F
• Fatagar: kerajaan yang berada di timur Papua.
• Fatu Leu: kerajaan di Timor Barat, dibentuk tahun 1912
• Fialarang: kerajaan merdeka atau setengah merdeka di Timor Barat (Timor Loro Manu). Kadang-kadang dianggap menjadi bagian dari federasi Belu.
• Foenay: kerajaan di Timor Barat yang terbentuk tahun 1917

G
• Gajo Lues
• Galesong: kerajaan di wilayah Makassar di Sulawesi Selatan.
• Gaura: kerajaan di pulau Sumba.
• Gebang: kerajaan bawahan dari Kesultanan Cirebon, di Jawa.
• Gedong, Geudong: kerajaan yang dibentuk abad ke-16, bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra.
• Gelgel: kerajaan di pulau Bali yang terbentuk setelah runtuhnya Majapahit. Kerajaan ini menganggap dirinya sebagai penerus sejati Majapahit.
• Geumpang: kerajaan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra.
• Gianyar: kerajaan yang dibentuk setelah keruntuhan kerajaan Majapahit, sesudah Dewa Agung Ketut, pemimpin Bali dan Lombok membagi kerajaan besarnya menjadi beberapa kerajaan di antara 9 miliknya.
• Gighen: kerajaan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sigli Sumatra. Kerajaan ini adalah bagian dari Federasi Hulubalang VI dari Gighen.
• Gigiëng
• Glumpangduwa
• Glumpang Pajong: kerajaan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sigli Sumatra.
• Goa atau Gowa: kerajaan yang berada di wilayah Makassar di barat daya Sulawesi, sebelum tahun 1300.[8]
• Gorontalo: Kerajaan di Sulawesi Utara, didirikan tahun 1667.
• Gresik
• Gunung Sahilan: kerajaan yang mempunyai luas 359.12 km² di Sumatra timur.
• Gunung Mutis: kerajaan yang ada di Timor Barat (Timor Loro Manu), bawahan kerajaan Mollo.
• Gunungtabur: kerajaan di Kalimantan Timur, dibentuk dari kerajaan Berau yang dibagi menjadi 2 kerajaan.

H
• Harneno: kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu). Keturunan dari kerajaan Beboki
• Haruku: kerajaan kepulauan di Ambon timur, Maluku Tengah
• Heba
• Helong
• Henda Heti
• Holontalo
• Hitu: kerajaan yang terletak di Pulau Ambon, Maluku, masa kejayaannya berkisar antara tahun 1470 sampai dengan 1682 dengan rajanya yang bergelar Upu Latu Sitania.

I
• Iboih: kerajaan yang kurang lebih bawahan dari kesultanan Aceh, di pulau Weh, daerah Sigli, Sumatra.
• Idi Besar: kerajaan yang kurang lebih bawahan dari kesultanan Aceh, di pulau Weh, Sumatra.
• Idi Cut
• Idi Ketjil
• Idi Rajeu, Idi Rajut
• Idi Tjut: kerajaan yang kurang lebih bawahan dari kesultanan Aceh, di pulau Weh, Sumatra.
• Ilot: kerajaan yang kurang lebih bawahan dari kesultanan Aceh, di pulau Weh, Sumatra.
• Indamar: kerajaan kecil di Sumatra barat.
• Inderapura (Sri)
• Indragiri: kerajaan di Sumatera Timur, didirikan 1639, merdeka dari Johor tahun 1745
• Inderapura: kerajaan dengan luas 62 km² di Sumatera Timur, dibentuk oleh kerajaan-kerajaan seperti Tanjung, Tanjung Kassau, Si Pare Pare dan Pagurawan, di bawah jabatan raja Tanjung.
• Insana: kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu)

J
• Jailolo: kesultanan di Pulau Halmahera di Maluku Utara. kerajaan utama sebelumnya adalah Jailolo paad 1322, tetapi pada 1380, Ternate memegang kekuasaan atas pulau tersebut.
• Jambi: kerajaan seluas 53,206 km² di selatan Sumatera, didirikan pada 1690 dan dikuasai Belanda pada 1901.
• Janggala: salah satu dari dua kerajaan pecahan Kahuripan tahun 1049 (satu lainnya adalah Kadiri), yang dipecah oleh Airlangga untuk dua puteranya.
• Jangka Buda
• Jarewea
• Jenilu: kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu).
• Jodjakarta
• Jolok Ketjil: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Jongkong: kerajaan di Kalimantan Barat
• Julo Cut, Julo Tjut: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Julo Rajeu: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Juluk Tjut

K
• Kota V di Mudik (keakuratan dipertanyakan)
• Kota V di Tengah (keakuratan dipertanyakan)
• Kuta V (keakuratan dipertanyakan)
• Kota IV di Ilir (keakuratan dipertanyakan)
• Kota IV di Mudik (keakuratan dipertanyakan)
• Kota IV Rokan Kiri (keakuratan dipertanyakan)
• Kadiri, Kediri: kerajaan yang bercorak Hindu di Jawa Timur, berdiri sekitar tahun 1045-1221. Disebut juga dengan nama Panjalu atau Dhaha.
• Kahuripan: kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Airlangga pada tahun 1019.
Kerajaan ini dibangun dari sisa-sisa istana Kerajaan Medang yang telah dihancurkan oleh Sriwijaya pada tahun 1019.
• Kaidipang Besar: kerajaan kota di Sulawesi Utara, dibentuk tahun 1912 sebagai hasil dari penggabungan kerajaan Kaidipang dan Bolaäng Itang.
• Kalao: kerajaan dari kepulauan Kalao, terletak di Sulawesi Selatan, dibentuk tahun 1667.
• Kalaota: kerajaan di pulau Kalaota, di Sulawesi Selatan, dibentuk tahun 1667.
• Kale
• Kaleke
• Kalibawang: Kerajaan merdeka yang dibentuk tahun 1831 oleh Sultan Yogyakarta untuk cucu dari Sultan Abdul Rahman Amangku Buwono II (keakuratan dipertanyakan).
• Kalingga: kerajaan bercorak Hindu di Jawa Tengah, yang pusatnya berada di daerah Kabupaten Jepara sekarang.
• Kalungkung
• Kambera: kerajaan di pulau Sumba.
• Kampong Raja: kerajaan di Sumatera, didirikan tahun 1630 oleh anak dari Raja Bila.
• Kanatang: kerajaan di pulau Sumba.
• Kandhar
• KangaE: kerajaan di pulau Flores.
• Kanjuruhan: kerajaan bercorak Hindu di Jawa Timur, yang pusatnya berada di dekat Kota Malang sekarang
• Kapunduk: kerajaan yang berada di timur dari pulau Sumba.
• Karang: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di daerah Tamiang, Sumatra.
• Karangasem: kerajaan yang dibentuk setelah keruntuhan kerajaan Majapahit, sesudah Dewa Agung Ketut, penguasa Bali dan Lombok membagi kerajaannya menjadi beberapa kerajaan di antara 9 miliknya.[9]
• Kasa: kerajaan di wilayah Bugis, Sulawesi Selatan.
• Kasiman
• Kasimbar: kerajaan di Sulawesi Tengah.
• Kassa
• Kassiman
• Kawai XVI: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra.
• Kawali
• Kayaudi: kerajaan di Sulawesi Selatan, dibentuk tahun 1667
• Kejuruan Muda: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di daerah Tamiang, Sumatra.
• Keka: satu dari 19 kerajaan di kelompok Pulau Rote, barat daya dari Timor. Keka melepaskan diri dari Termanu tahun 1772.
• Kendahe: kerajaan di Sulawesi Utara, dibentuk tahun 1521 di pulau Sangir dan menjadi kabupaten dari Kendahe Tahuna dari tahun 1896 sampai 1950.
• Keo
• Kepanuhan: kerajaan di Sumatera Timur.
• Kerambitan
• Kesiman, atau Kessiman
• Keumala: kerajaan yang merupakan bawahan dari kesultanan Aceh. kerajaan ini merupakan bagian dari federasi Hulubalangs VI.
• Keumangan: kerajaan yang merupakan bawahan dari kesultanan Aceh. kerajaan ini merupakan bagian dari federasi Hulubalangs VI.
• Keureutu: kerajaan yang merupakan bawahan dari kesultanan Aceh.
• Kewar: kerajaan setengah merdeka di Timor Barat (Timor Loro Manu). Sejarah Kewar nampaknya berhubungan dengan Lamaknen.
• Kilang: dinasti turunan dari raja-raja Majapahit di Jawa. 3 bersaudara masing-masing membentuk kerajaan Soya, di puncak gunung Sirimau, kerajaan Nusaniwe, dan kerajaan Kilang.
• Kisar: kerajaan pulau di utara dari Timor Timur, nama lokalnya Yotowawa dan kadang disebut juga Kisser.
• Klein Sonbait
• Kluang: kerajaan yang merupakan bawahan dari kesultanan Aceh.
• Klumpang Duwa: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra
• Klumpang Pajong: kerajaan yang merupakan bawahan dari kesultanan Aceh. kerajaan ini merupakan bagian dari Federasi Hulubalangs VI.
• Klungkung: kerajaan utama yang lahir sesudah keruntuhan kerajaan Majapahit, sesudah Dewa Agung Ketut, pemimpin Bali dan Lombok membagi kerajaannya menjadi beberapa kerajaan di antara 9 miliknya.
• Kobi
• Kodi Belagar: kerajaan di pulau Sumba
• Kodi Bengado: kerajaan di pulau Sumba
• Kodi Besar: kerajaan di pulau Sumba
• Kolaka: kerajaan di Sulawesi Selatan. Kerajaan ini adalah bawahan dari Luwu, yang juga memelihara hubungan yang kuat dengan Laiwui.
• Kolana: kerajaan di pulau Alor. Kolana bergabung dengan Pureman dan Erana di tahun 1932.
• Konaweha: kerajaan di Sulawesi Selatan.
• Kondeha: kerajaan di Sulawesi Selatan.
• Korbafo: satu dari 19 kerajaan di kelompok kepulauan Rote, barat daya dari Timor.
• Kota Besar: kerajaan di Sumatra Barat.
• Kota Intan
• Kota Lama
• Kota Pinang: kerajaan yang mempunyai luas 1,859 km² di Sumatera Timur, didirikan tahun 1630 oleh anak dari Raja Bila.
• Kotawaringin: kerajaan yang didirikan pada tahun 1679 di Kalimantan Tengah.
• Kruengpase: kerajaan yang merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra.
• Krueng Sabe, atau Krung Sabil: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra.
• Krueng Seumideuen: kerajaan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sigli, Sumatera. kerajaan ini merupakan bagian dari Federasi Hulubalangs VI.
• Kuala Bateo: kerajaan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatera.
• Kualuh dan Leidong: kerajaan yang didirikan pada tahun 1868 untuk Tuanku Namatu'llah, cucu dari Raja Musa Shah, Sultan Asahan[10]
• Kuantan: kerajaan di Riau, Sumatra, salah satu rajanya adalah Tuanku Pandak Yang Dipertuan pada tahun 1600-an. Dia mempunyai seorang anak perempuan bernama Puti Cahaya Korong yang menikah dengan Yang Dipertuan Bukit Tarok.
• Kubu: kerajaan yang dibentuk tahun 1772 di Kalimantan Barat dan memiliki kaitan erat dengan Kesultanan Pontianak.[11]
• Kuet: kerajaan bawahan dari kesultanan Aceh.
• Kui: kerajaan di pulau Alor.
• Kulawi: kerajaan kota di Sulawesi Tengah, dibentuk tahun 1915
• Kuntodaressalam: kerajaan dengan luas 2.450 km² di Sumatera Timur, dibentuk dari kerajaan Kota Intan dan Kota Lama.
• Kupang: suatu federasi yang dibentuk tahun 1917 yang disusun oleh kerajaan Amabi, Amaabi OEfeto, Foenay, Kupang Helong, Sonbai Kecil dan TaEbenu dengan seorang raja terpilih.[12]
• Kupang Helong: kerajaan di Timor Barat yang dibentuk tahun 1917 menjadi kerajaan Kupang yang lebih besar dengan Amaabi OEfetto, Amabi, Foenay, Sonbai Kecil dan TaEbenu.
• Kuripan: kerajaan kuno yang beribukota di kecamatan Danau Panggang, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.
• Kusa: kerajaan di Timor Barat.
• Kutabuluh: kerajaan di Sumatera Timur.
• Kutai Kartanegara ing Martadipura: kesultanan di Kalimantan Timur yang awalnya berpusat di Kutai Lama, kemudian menguasai Kutai Martadipura.[13]
• Kutai Martadipura: kerajaan hindu di Kalimantan Timur, dengan rajanya yang terkenal Mulawarman, pusat kerajaan terletak di Muara Kaman.[13]
• Kuwala Batu
• Kuwalu dan Ledong: kerajaan di Sumatera Timur

L
• Labakkang: kerajaan dan kota di wilayah Makassar di Sulawesi Selatan. Kerajaan ini dibentuk abad ke-16 dan ditindas pada tahun 1892 sewaktu menjadi bagian dari Pangkajene.
• Labala: kerajaan di selatan pulau Lomblem atau Lembata.
• Labuhanhaji: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra. Tanah jajahannya adalah Kota Tring, Pelokkan, Kamumu (atau Kenumu), dan Pelumat.
• Lage: kerajaan di Sulawesi Tengah, bawahan dari Posso.
• Lageuen: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra.
• Laikang: kerajaan di wilayah Makassar, Sulawesi Selatan.
• Laisolat: kerajaan di Timor Barat.
• Laiwui: kerajaan di Sulawesi Barat.
• Lakatang: kerajaan dan kota di wilayah Makassar di Sulawesi Selatan.
• Lakekun: kerajaan di Timor Barat
• Lakoka: kerajaan di pulau Sumba
• Lakoon
• Lala
• Lamahala: kerajaan di pulau Adonara. Lamahala digabung ke Larantuka pada tahun 1932.
• Lamakera: kerajaan di pulau Solor, dibentuk setelah pemisahan kerajaan Solor menjadi dua, Lohayong dan Lamakera.
• Lamaknen
• Lamaksenulu: kerajaan merdeka atau setengah merdeka di Timor Barat (Timor Loro Manu). Kadang-kadang menjadi bagian dari ferasi Belu.
• Lambeusu: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra
• Lambu
• Lamuru: kerajaan bawahan dari Bone, wilayah Bugis, Sulawesi Selatan. Didirikan tahun 1609.
• Landak: kerajaan di Kalimantan Barat yang merdeka tahun 1478 sesudah keruntuhan kerajaan Majapahit.
• Landu: kerajaan yang paling tua dari 19 kerajaan kelompok pulau Rote, terletak di barat-day Timor.
• Langkat: kerajaan dengan luas 3.336 km² di Sumatera Timur. Didiriikan tahun 1721.[14]
• Langsa, Langsar: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra.
• Lapai: kerajaan di Sulawesi Selatan.
• Larantuka: kerajaan dengan luas 3.330 km² di kepulauan Flores, ditemukan tahun 1400.
• Lauli: kerajaan di pulau Sumba.
• Laura: kerajaan di pulau Sumba.
• Lawajong
• Laweueng
• Lawonda: kerajaan di pulau Sumba.
• Ledong, Leidong
• Lelain: satu dari 19 kerajaan di kelompok pulau Rote, barat-day Timor. Sebelum Lelain menjadi kerajaan terpisah sendiri tahun 1690, Lelain melepaskan diri dari Bokai.
• Lelenuk: satu dari 19 kerajaan di kelompok pulau Rote, barat-day Timor. Kerajaan melepaskan diri dari Termanu dan dibentuk tahun 1772
• Lengkese: kerajaan kota di wilayah Makassar di Sulawesi Selatan.
• Lepan: kerajaan di Sumatera Timur dengan luas 31 km²
• Leukon, Leukuen: kerajaan di pulau Simeulue, di wilayah Sumatra, tunduk kepada Belanda pada tahun 1880.
• Lewa: kerajaan di pulau Sumba.
• Lhokbubon: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra.
• Lhok Kaju
• Lhokkruet: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra.
• Lhokpawoh Utara: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra.
• Lhokpawoh Selatan: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra.
• Lhok Rigaih
• Lhokseumawe: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra.
• LiaE: kerajaan yang berada di wilayah pulau Sawu.
• Lidak: kerajaan di bagian timur dari Timor Barat.
• Lilinta: kerajaan di barat dari Papua.
• Lima Laras: kerajaan dengan luas 202 km² di Sumatera Timur. Lima Laras membentuk federasi Batu Bahara Urung.
• Lima Puloh: kerajaan dengan luas 148 km²di Sumatra Timur. Lima Puloh membentuk federasi Batu Bahara Urung.
• Limboto: kerajaan kota di Sulawesi Utara, ditemukan tahun 1667 dan ditekan tahun 1895.
• Lindai: kerajaan di Sumatera Timur.
• Lingga-Riau: kerajaan Riau di Sumatera Timur yang didirikan tahun 1720 sebagai jajahan dari kesultanan Johor. tahun 1824, kesultanan Lingga dibentuk.[15]
• Linggo: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh.
• Lio: kerajaan di pulau Flores.
• Lise: kerajaan di pulau Flores.
• Logas
• Lohayong: kerajaan di pulau Solor, dibentuk dari pemisahan kerajaan Solor menjadi 2 kerajaan.
• Lok Semawe
• Loleh: satu dari 19 kerajaan di kelompok pulau Rote, barat-daya Timor. Dikuasai oleh Termanu tahun 1730.
• Lombok: kerajaan pulau di Bali yang menjadi merdeka setelah keruntuhan kerajaan Majapahit, sesudah Dewa Agung Ketut, pemimpin Bali dan Lombok membagi kerajaannya menjadi beberapa.
• Lore
• Lubuk Ambacang: kerajaan di Sumatera Timur, dibentuk dari pemisahan kerajaan Kuantan menjadi 5 kerajaan.
• Lubuk Jambi: kerajaan di Sumatera Timur, dibentuk dari pemisahan kerajaan Kuantan menjadi 5 kerajaan.
• Lubuk Ramo: kerajaan di Sumatera Timur, dibentuk dari pemisahan kerajaan Kuantan menjadi 5 kerajaan.
• Luwu: kerajaan yang didirikan sebelum tahun 1600 di wilayah Bugis, Sulawesi Selatan.

M
• Madura: kerajaan di daerah Madura, Jawa Timur, dengan tokoh terkenalnya Joko Tole da Trunojoyo
• Maiwa: kerajaan di daerah Bugis, Sulawesi Selatan, didirikan pada 1685.
• Majapahit: kerajaan terbesar pada masanya yang menguasai nusantara, berpusat di Jawa Timur.
• Majene: kerajaan di daerah Mandar, Sulawesi Barat.
• Makale: satu dari 3 kepangeranan utama di luar 14 di daerah Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
• Makassar
• Makier: kerajaan merdeka atau semi-merdeka di Timor Barat.
• Malaka
• Malimbong: kerajaan di derah Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
• Malua
• Malusetasi: kerajaan di daerah Bugis, Sulawesi Selatan.
• Maluwa: kerajaan kota di derah Bugis, Sulawesi Selatan. Pernah menjadi anggota Federasi Duri.
• Mambulu: kerajaan di Sulawesi Selatan.
• Mampawa
• Mamuju: kerajaan di daerah Mandar, Sulawesi Barat.
• Manbait
• Mandalle: kerajaan kota di daerah Makassar, Sulawesi Selatan.
• Mandeo: kerajaan merdeka atau semi-merdeka di Timor Barat.
• Manganitu: kerajaan di Sulawesi Utara, didirikan pada 1521 dan menjadi regenschap ("kabupaten") dari 1911 sampai 1950 dengan Manganitu sebagai ibukota.
• Manggarai: kerajaan di Pulau Flores, berdiri dari 1759. Dari 1762 s.d. 1815 dan dari 1851 s.d. 1907, Manggarai merupakan bagian dari Kesultanan Bima.
• Manggeng: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Mangkunagaran: kerajaan seluas 2.579,98 km² yang didirikan pada 17 Maret 1757 di Kasunanan Surakarta.[16]
• Manoletten: kerajaan di Timor Barat.
• Manubait: kerajaan di Timor Barat.
• Mapia: kerajaan di utara Papua, di pulau Mapia.
• Mappa: kerajaan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
• Marang: kerajaan kota di daerah Makassar, Sulawesi Selatan.
• Marioriawa: kerajaan di daerah Bugis, Sulawesi Selatan.
• Marioriwawo: kerajaan di daerah Bugis, Sulawesi Selatan. Jajahan dari Soppeng.
• Maros: kerajaan di barat daya Sulawesi, bawahan dari Gowa.
• Massu Karera: kerajaan di pulau Sumba.
• Matan: kerajaan di Kalimantan Barat.
• Matangkuli: kerajaan bawahan kesultanan Aceh.
• Mataram Kuno:sebuah kerajaan Hindu-Budha di Yogyakarta.
• Mataru: kerajaan di pulau Alor, yang kemudian digabungkan oleh Belanda pada 1932 menjadi kerajaan yang lebih besar.
• Maukatar: kerajaan merdeka atau semi-merdeka di Timor Barat.
• Maumutin: kerajaan di Timor Barat.
• Mbuli: kerajaan di pulau Flores.
• Medang:
• Mehara
• Melabuh
• Melayu Jambi: lihat Dharmasraya
• Melayu Tua-Jambi: lihat Dharmasraya
• Meliau: kerajaan di Kalimantan Barat.
• Melolo: kerajaan di pulau Sumba.
• Membawang
• Membora: kerajaan di pulau Sumba.
• Mempawah: kerajaan di Kalimantan Barat.
• Mengkendek: satu dari 3 kepangeranan utama di luar 14 di daerah Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
• Mengwi: kerajaan di Bali
• Menia: kerajaan di pulau Sawu.
• Menjili: kerajaan di pulau Sumba.
• Menungul: kerajaan di Kalimantan Timur.
• Merdu
• Mesara: kerajaan di pulau Sawu.
• Me Tareuen: kerajaan bawahan kesultanan Aceh.
• Meuke: kerajaan seluas 353 km² yang merupakan bawahan kesultanan Aceh.
• Meulaboh
• Meureubok
• Meureudu: kerajaan bawahan kesultanan Aceh, di daerah Meureudu, Sumatera.
• Minangkabau: kesultanan terkuat di Sumatera abad ke-12 sampai abad ke-17.
• Miomaffo: kerajaan di Timor Barat.
• Misool: kerajaan di pulau Misool, bawahan dari Tidore.
• Moko Moko: kerajaan di Sumatera Barat.
• Mollo: kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu), pembentukan dari negara Netpala, Nunbena dan Besiana.
• Mori: kerajaan di Sulawesi Barat yang merdeka dari Ternate pada 1900.
• Mori: sebuah kerajaan di Sulawesi Tengah.
• Moutong: kerajaan di Sulawesi Utara.
• Mukih
• Musa: kerajaan bawahan kesultanan Aceh. Sebelumnya merupakan Federasi Hulubalang XII.


N
• Nage: kerajaan di kepulauan Flores, dibentuk tahun 1919 oleh penggabungan kerajaan Nage dan Keo.
• Naitemu: kerajaan di Timor Barat.
• Nanggulan: kerajaan yang dibentuk oleh Sultan Yogyakarta tahun 1831.
• Napu (Sulawesi): kerajaan di Sulawesi Tengah.
• Napu (Sumba): kerajaan di pulau Sumba.
• Ndao: satu dari 19 kerajaan di kelompok kerajaan di pulau Rote, Barat-daya dari Timor.
• Ndjohor
• Ndjong
• Ndona: kerajaan di kepulauan Flores.
• Nduri: kerajaan di kepulauan Flores.
• Nenometa, Nenomatan: Kerajaan di Timor Barat.
• Netpala: Kerajaan di Timor Barat.
• Ngada: kerajaan di kepulauan Flores.
• Nggela: kerajaan di kepulauan Flores.
• Nieuw Brussel
• Koto IX: Kerajaan di Timor Barat.
• Mukims Keumangan IX
• Nisam: kerajaan yang kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra.
• Nita: kerajaan di kepulauan Flores.
• Njong
• Noimuti: Kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu)
• Nokas
• Nunbena: Kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu)
• Nusaniwe: dinasti turunan dari raja-raja Majapahit dari Jawa.

O
• OEnale: satu dari 19 kerajaan di Kepulauan Rote, barat daya Timor.
• Oenoe
• OEpao: satu dari 19 kerajaan di Kepulauan Rote, barat daya Timor. Didirikan tahun 1691.
• OndaE dan Pebato: kerajaan di Sulawesi Tengah. Bawahan dari kerajaan Posso.
• Ossipaka, atau Ossipoko

P
• Padang: sebuah kerajaan kota di Sumatera Barat, rajanya adalah Tuanku Suta Rajo Bujang yang memerintah pada tahun 1778, ia berasal dari Suku (sub-klan) Jambak, Padang.
• Padang Lawas: kerajaan di Sumatera Barat.
• Padang Tarab: kerajaan di Sumatera Barat.
• Pagaruyung: kerajaan yang lebih besar di Sumatera Barat.
• Pagatan: kerajaan kecil yang berdiri pada tahun 1775 sampai 1908 dan didirikan oleh imigran suku Bugis atas seijin Raja Banjar ke-8, Panembahan Batu yang menjadi koloni suku Bugis di Kalimantan Selatan.
• Pagurauan: kerajaan seluas 78 km² di Sumatera Timur.
• Pakualaman: kerajaan seluas 417.62 km² yang didirikan pada 22 Juni 1812 atau 17 Maret 1813 di Yogyakarta, Jawa Tengah.[17]
• Pajajaran: kerajaan di Jawa Barat.
• Pajang:
• Palalawan: lihat Pelalawan
• Palande: kerajaan di Sulawesi Tengah, bagian dari Posso.
• Palembang: kerajaan di tenggara Sumatera, didirikan oleh Aryo Damar, anak dari raja terakhir Majapahit. atau oleh Kiai Geding Surah.
• Palesang: kerajaan di dearah Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
• Palu: kerajaan kota di Sulawesi Tengah, didirikan pada 1650.
• Pamecutan
• Pameue: kerajaan bawahan kesultanan Aceh.
• Panai: kerajaan seluas 561 km² di Sumatera Timur.
• Pandai: kerajaan di bagian barat laut pulau Pantar.
• Panei: kerajaan di Sumatera Timur, didirikan pada tahun 1700-an.
• Pangkajene: kerajaan kota di Makassar, Sulawesi Selatan.
• Pante Raja: kerajaan bawahan kesultanan Aceh, di daerah Meureudu, Sumatera. Sebelumnya merupakan bagian dari Federasi Hulubalang XII.
• Papekat: kerajaan merdeka di pulau Sumbawa sejak 1676, Papekat hancur oleh letusan Gunung Tambora tahun 1815.
• Pappa: kerajaan kota di Makassar, Sulawesi Selatan.
• Pariangang: kerajaan di Sulawesi Selatan, dibentuk pada 1667.
• Parigi: kerajaan di Sulawesi Selatan.
• Partangang
• Pasangan: kerajaan bawahan kesultanan Aceh.
• Pasir: kerajaan di Kalimantan Timur, negara sudah terbentuk sejak lama sampai pemerintahan jatuh pada satu Panembahan yang kemudian mengambil gelar Sultan.[18]
• Pasisir
• Passi: kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu).
• Pate, Patih: kerajaan bawahan kesultanan Aceh.
• Patipi: kerajaan di timur Papua.
• Pebato
• Pedada
• Pedawa Rajut, Pedawa Besar: kerajaan bawahan kesultanan Aceh.
• Pedir
• Pelalawan atau Palalawan: kerajaan seluas 12.168 km² di Sumatera Timur, didirikan pada 1811, awalnya bergantung pada kesultanan Johor kemudian kesultanan Siak.[19]
• Peliatan: kerajaan bagian dari Bali.
• Pembuang: kerajaan di daerah Mandar, Sulawesi Barat.
• Perbaungan: kerajaan seluas 83 km² di Sumatera Timur.
• Percut, Pertjut: kerajaan seluas 103,83 km² di Sumatera Timur.
• Perlak: kerajaan yang terletak di Peureulak, Aceh Timur.
• Pesisir: kerajaan seluas 14,25 km² di Sumatera Timur.
• Petiambang: kerajaan bawahan kesultanan Aceh.
• Peudawa Rajeu
• Peuduek
• Peukan Baro-Peukan Shot
• Peurala: kerajaan bawahan kesultanan Aceh.
• Peusangan
• Peutu, Peutue: kerajaan bawahan kesultanan Aceh.
• Pidie: kerajaan bawahan kesultanan Aceh, di daerah Sigli, Sumatera.
• Pinangawan
• Pinatih
• Pineueng dan Peukan Baro-Beukan Shot: kerajaan bawahan kesultanan Aceh, di daerah Sigli, Sumatera.
• Pontianak: kerajaan yang dibentuk di Kalimantan Barat pada tahun 1771.[20]
• Pucu Rantau Indragiri: kerajaan di Sumatera Barat.
• Puengga: kerajaan di Sulawesi Selatan, yang dibentuk pada 1667.
• Pulau Kaju: kerajaan bawahan kesultanan Aceh.
• Pulaunas: kerajaan bawahan kesultanan Aceh.
• Pulau Punjung: kerajaan di Sumatera Barat.
• Pulo Kajee: kerajaan bawahan kesultanan Aceh
• Pulu Laut: kerajaan di Kalimantan Selatan.
• Purba: kerajaan di Sumatera Timur.
• Pureman: kerajaan di pulau Alor yang kemudian oleh Belanda pada tahun 1917 digabung lagi ke Erana dan tahun 1932 ke Kolana.
• Puumbolo

R
• Raijua: kerajaan di pulau Raijua di daerah kepulauan Sawu.
• Raja: kerajaan di Sumatera Timur.
• Rambah: kerajaan kota di Sumatera Timur.
• Randjoea
• Rano: kerajaan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
• Konfederasi Rantau Kwantan, Federasi Rantau
• Rapang: kerajaan di daerah Bugis, Sulawesi Selatan.
• Rebeh: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh, di daerah Sigli, Sumatera. kerajaan ini merupakan bagian dari Federasi Hulubalang XII.
• Rende, Rendi: kerajaan di Pulau Sumba.
• Reubeë
• Riau: kesultanan di Riau, yang rajanya berasal dari keturunan penguasa Luwu.[21]
• Rigaih, Rigas: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Rindau
• Ringgouw: satu dari 19 kerajaan di Kepulauan Rote, barat daya Pulau Timor, didirikan pada 1691.
• Riung: kerajaan kota di Pulau Flores.
• Rokan Kiri: kerajaan di Sumatera Timur.
• Rote: kepulauan di barat daya Pulau Timor, sebuah federasi bentukan Belanda yang terdiri dari 19 kerajaan. Federasi terbentuk dari 1928 sampai 1948.
• Rumbati: kerajaan kota di timur Papua.

S
• Sabak: kerajaan kuno di Jambi.
• Sabamban: kerajaan di Kalimantan.
• Sadurangas: lihat Pasir
• Salakanagara: kerajaan kota yang disebut Argyre oleh Ptolemeus pada tahun 150 M, terletak di daerah Teluk Lada, Pandeglang.
• Salang: kerajaan di Pulau Simeulue, daerah Sumatera.
• Salaparang
• Salawati: kerajaan di Barat Laut Irian Jaya di Pulau Salawati.
• Salimbouw
• Samadua, Samaduwa: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Sama Indra dan Lhok Kaju: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh, di daerah Sigli. kerajaan ini sebelumnya bagian dari Federasi Hulubalang VI.
• Samakuro, Samakurok, Samakuru: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Samalanga: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Sambaliung: kerajaan di Kalimantan Timur, dibentuk dari Kesultanan Berau, berpisah tahun 1830 menjadi dua kerajaan.
• Sambas: kerajaan di Kalimantan Barat, yang berdiri pada akhir abad ke-16.[22]
• Sampanahan: kerajaan di Kalimantan Selatan.
• Samprangan: kerajaan di Bali yang ditaklukkan Majapahit.
• Samudera Pasai: kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, berdiri tahun 1267 dan dikuasai oleh Portugis pada tahun 1521.
• Sangalla: satu dari tiga kerajaan utama di daerah Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
• Sanggar: kerajaan di Pulau Sumbawa. Sanggar kehilangan sebagian besar penduduknya pada saat meletusnya Gunung Tambora pada tahun 1815.
• Sanggau: kerajaan di Kalimantan Barat.
• Sanrabone, Sanra Boni: kerajaan di daerah Makassar, Sulawesi Selatan.
• Sarinembah: kerajaan di Sumatera Timur.
• Sasak
• Sausu: kerajaan di Sulawesi Tengah.
• Sawang: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Sawiti: kerajaan di daerah Bugis, Sulawesi Selatan.
• Sawu
• Seba: kerajaan di Pulau Sawu.
• Segeri: kerajaan di daerah Makassar, Sulawesi Selatan, yang dibentuk pada tahun 1776.
• Sekadau: kerajaan di Kalimantan Barat.
• Sekala Brak: kerajaan di kaki Gunung Pesagi, Lampung. merupakan cikal-bakal suku Lampung saat ini.
• Sekar: kerajaan di timur Papua.
• Selesse: kerajaan seluas 70.48 km² di Sumatera Timur.
• Selimbau: kerajaan di Pegunungan Kapuas, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, didirikan tahun 800-an oleh Guntur Badju Binduh yang menurut legenda berasal dari surga.
• Senaam
• Senagan
• Senembah: kerajaan seluas 114.42 km² di Sumatera Timur.
• Serang: kerajaan seluas 4,584 km², dengan penduduk kurang lebih 80.000 jiwa di Pulau Sumbawa yang berdiri tahun 1650. kerajaan didirikan kembali pada tahun 1837 setelah meletusnya Gunung Tambora tahun 1815.
• Serbeujadi Aboq, Serbojadi Aboq: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Serdang: kerajaan di Sumatera Timur, merdeka dari Siak pada 16 Agustus 1862.[23]
• Serebo Jadi
• Seunagan: kerajaan di daerah Sumatera. Jajahan dari kerajaan Kawai XVI atau Meulaboh.
• Seuneuam: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Siah Utama: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Siak Sri Inderapura: kerajaan seluas 16.224 km² dan berpenduduk kurang lebih 25.000 jiwa di Sumatera Timur, didirikan pada 1716.[24]
• Siantar: kerajaan di Sumatera Timur.
• Siau: kerajaan pulau di Sulawesi Utara, didirikan pada 1521.
• Sidenreng: kerajaan di daerah Bugis, Sulawesi Selatan.
• Sigenti: kerajaan di Sulawesi Tengah.
• Sigi, Sigi Birumaru, Sigi Dolo: kerajaan di Sulawesi Tengah, didirikan pada 1650.
• Sigulai: kerajaan di Pulau Simeulue, daerah Sumatera.
• Si Guntur: kerajaan di Sumatera Barat.
• Sikijang: kerajaan kota di Sumatera Timur.
• Sikka: kerajaan seluas 4.377 km² dengan penduduk 120.000 orang di Pulau Flores.
• Silat: kerajaan di Kalimantan Barat.
• Silawang: kerajaan di Kalimantan Barat.
• Silebar: kerajaan di Sumatera Barat.
• Si Lima Kuta: kerajaan di Sumatera Timur.
• Simaloer, Simalur: kerajaan di Pulau Simeulue, di daerah Sumatera.
• Simbuang: kerajaan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
• Simeulue: kerajaan di Pulau Simeulue.
• Simpang: kerajaan di Kalimantan Barat, berpisah dengan Sukadana pada pertengahan abad ke-18.
• Simpang Olim, Simpangulim: kerajaan yang ditemukan tahun 1836, kurang lebih merupakan bawahan dari kesultanan Aceh, di wilayah Sumatra.
• Singgere: kerajaan di Sulawesi Selatan.
• Singhasari: kerajaan yang dibentuk oleh Ken Arok, di Jawa Timur pada tahun 1222.
• Singingi dan Loras: kerajaan seluas 135 km² di Sumatera Timur.
• Singkawang: kerajaan di Kalimantan Barat.
• Sintang: kerajaan di Kalimantan Barat.[25]
• Si Pare Pare, Si Pari Pari: kerajaan seluas 51 km² di Sumatera Timur.
• Sirimau
• Soasiu
• Soengai Ijoe
• Soetrana
• Solo: (lihat Surakarta)
• Solor: kerajaan di Pulau Solor, kemudian berpisan menjadi 2 kerajaan yaitu Lamakera dan Lohayong atau Lawajong.
• Sonbai Kecil: kerajaan di Timor Barat.
• Soppeng: kerajaan di daerah Bugis, Sulawesi Selatan, didirikan pada 1609.
• Soya: Dinasti keturuan dari Raja Majapahit. Tiga bersaudara mendirikan kerajaan Soya, di puncak Gunung Sirimau di Nusaniwe.
• Sri Indrapura
• Sriwijaya: kerajaan Buddha yang berpusat di Palembang, berkuasa dari abad ke-7 sampai ke-9.
• Stabat: kerajaan seluas 5.18 km² di Sumatera Timur.
• Suhaid: kerajaan di Kalimantan Barat.
• Suka: kerajaan di Sumatera Timur.
• Sukadana: kerajaan di Kalimantan Barat, didirikan pada akhir abad ke-15 oleh utusan Majapahit.
• Sukudua: kerajaan seluas 51 km² di Sumatera Timur, kemudian bergabung dengan Boga untuk membentuk kerajaan Boga Sukudua.
• Suli: kerajaan di selatan daerah Hitu, Pulau Ambon, Maluku.
• Sulu: kerajaan yang pernah ada di Kalimantan bagian utara, menguasai daerah Sabah dan sekitarnya, saat ini sebagian wilayah kerajaan tersebut menjadi Provinsi Sulu, Filipina.
• Sumbawa: kerajaan seluas 4.584 km² dengan penduduk 80,000 orang di Pulau Sumbawa yang didirikan pada 1650. kerajaan dibangun kembali pada tahun 1837 setelal letusan Gunung Tambora tahun 1815.
• Sumedang Larang: kerajaan Islam yang diperkirakan berdiri sejak abad ke-15 di Jawa Barat.
• Sunda dan Galuh: dua kerajaan yang merupakan pecahan dari Kerajaan Tarumanagara.
• Sungai Kunit: kerajaan di Sumatera Barat.
• Sungai Lemau: kerajaan di Sumatera Barat.
• Sungairaya
• Sungei Iju: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh, di daerah Tamiang, Sumatera.
• Sungei Tras
• Sunggal: kerajaan seluas 3.98 km² di Sumatera Timur.
• Sungu Raja: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Supiori: kerajaan di Pulau Biak, Irian Jaya. Stephen Wanda menyatakan dirinya sendiri sebagai Raja Supiori.
• Suppa: kerajaan seluas 225 km² dengan penduduk 5.500 orang (1917) di Sulawesi Tengah.
• Surakarta: kerajaan seluas 3.635 km² di Jawa Tengah, didirikan pada 1755 setelah kesultanan Mataram berpisah menjadi dua kerajaan.[26]
• Suroaso: kerajaan di Sumatera Barat, dekat dengan Pagaruyung. Raja terakhir Suroaso adalah Sutan Kerayahan Alam yang terlibat dalam Persekutuan dengan Belanda dan Kerajaan Inggris pada tahun 1824.
• Susoh, Susuh: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Sutan Muda: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh, di daerah Tamiang.
• Sutrana: kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu), daerah selatan dari Oecussi Ambeno dengan sejarah yang saling berkaitan.

T
• Tabanan: kerajaan yang didirikan setelah keruntuhan Majapahit, setelah Dewa Agung Ketut, penguasa Bali dan Lombok membagi kerajaannya menjadi beberapa kerajaan.
• Tabukan: kerajaan di Pulau Sangir di Sulawesi Utara, didirikan pada 1521.
• Tabundung: kerajaan di Pulau Sumba.
• Tado: kerajaan di Pulau Flores.
• Taebenu: kerajan di Timor Barat (Timor Loro Manu).
• Tafnai: kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu).
• Tagulandang: kerajaan yang didirikan pada 1521 di Pulau Sangir di Sulawesi Utara.
• Tahuna: kerajaan di Pulau Sangir, Sulawesi Utara, yang didirikan pada 1521 dan menjadi kabupaten dari Kendahe Tahuna.
• Takaip Ebbenoni: kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu). Bergabung dengan kerajaan Fatu Leu.
• Takaip Thaiboko: kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu). Bergabung dengan kerajaan Fatu Leu.
• TalaE: satu dari 19 kerajaan di Kepulauan Roate, barat daya Timor.
• Talaud: kerajaan yang didirikan pada 1521 di Pulau Talaud, Sulawesi Utara.
• Taleong, Taliang: kerajaan di daerah Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
• Taliwang
• Tallo: kesultanan di Sulawesi Selatan, yang merupakan sekutu terdekat Gowa.[27]
• Talo: kerajaan di Sumatera Barat.
• Tambora: kesultanan di Pulau Sumbawa yang hancur pada tahun 1815 akibat letusan Gunung Tambora.
• Tambusei: kerajaan di Sumatera Timur.
• Tampat Tuan
• Tanah Datar: kerajaan seluas 79.5 km² di Sumatera Timur.
• Tanah Jawa: kerajaan di Sumatera Timur.
• Tanah Kunu V: kerajaan di Pulau Flores.
• Tanahputih: kerajaan kota seluas 633 km² di Sumatera Timur.
• Tanah Rea: kerajaan di Pulau Flores.
• Tanah Riung: kerajaan di Pulau Sumba.
• Tanette: kerajaan di daerah Bugis, Sulawesi Selatan.
• Tangse: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Tanjongseumanto dan Meureubok: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Tanjung (Kalimantan)
• Tanjung (Sumatera): kerajaan di Sumatera Timur.
• Tanjung Kassau: kerajaan di Sumatera Timur.
• Tanjungpura: kerajaan di Kalimantan Barat.
• Tapalang: kerajaan di daerah Mandar, Sulawesi Selatan.
• Tapaktuan: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Tapparang: kerajaan di daerah Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
• Konfederasi Tapung Kanan Urung
• Tarumanagara: kerajaan hindu beraliran wisnu, yang berkuasa di Jawa Barat pada abad ke-4 hingga ke-7.
• Tarumon
• Taruna
• Tasik
• Tawaeli: kerajaan kota di Sulawesi Tengah yang didirikan pada 1667.
• Tawanga: kerajaan di Sulawesi Selatan.
• Tayan: kerajaan di Kalimantan Barat, berpisah dengan Meliau pada tahun 1762.
• Tedore
• Tefnai: kerajaan di Timor Barat (Timor Loro Manu).
• Telok Semawe
• Tembusai
• Tenom
• Termanu: satu dari 19 kerajaan di kepulauan Rote, barat daya Timor.
• Ternate: kerajaan seluas 65 km² di Maluku, yang didirikan pada abad ke-13 oleh orang-orang dari Djaïlolo (sekarang Jailolo). Ternate menjadi kerajaan utama di Maluku pada tahun 1380 melebihi Djailolo.[28]
• Terong: kerajaan di selatan Pulau Adonara.
• Teunom: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Teupah: kerajaan di Pulau Simeulue, barat Sumatera.
• Thie: satu dari 19 kerajaan di kepulauan Rote, barat daya Timor. Dari 1730 sampai 1756, Manek dari Thie pergi bersama Maneks dari OEpao, Loleh, Baa dan Lelain ke Jawa untuk mempelajari lebih lanjut agama kristen.
• Tidore: kerajaan seluas 78 km² di Maluku Utara yang didirikan oleh orang-orang dari Djaïlolo (sekarang Jailolo) di Pulau Tidore.
• Tidung: Kalimantan Timur yang didirikan oleh orang-orang dari Dynasti Tengara (Tarakan).
• Tiga Mukims Gighen
• Tiga Mukims Klumpang Pajong
• Timu: kerajaan di daerah Pulau Sawu.
• Titeue: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh, sebelumnya merupakan bagian dari Federasi Hulubalang XII.
• Tjeranti: kerajaan di Sumatera Timur, dibentuk dari pemisahan Kuantan menjadi 5 negara.
• Tjereweh
• Tjingal: kerajaan di Kalimantan Timur.
• Tjinta Raja: kerajaan seluas 11.95 km² di Sumatera Timur.
• Tjirebon (lihat Kesultanan Cirebon)
• Tjumbok
• Tjunda: kerajaan bawahan kesultanan Aceh.
• Tobaku: kerajaan di Sulawesi Tengah.
• Tohe: kerajaan di Timor Barat.
• Tojo: kerajaan di Pulau Togian, Sulawesi Tengah.
• Toli Toli: kerajaan di Sulawesi Utara. Dinasti Toli Toli tersambung juga dengan dinasti Buol.
• Tomini: kerajaan di Sulawesi Tengah.
• Topejawa: kerajaan kota di daerah Makassar, Sulawesi Selatan.
• Toribulu: kerajaan di Sulawesi Tengah.
• Trienggadeng: kerajaan bawahan kesultanan Aceh, di daerah Meureudu, Sumatera.
• Tripa, Tripah: kerajaan di Sumatera, jajahan dari Kawai XVI.
• Trong
• Trumon atau Tarumon: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh yang dibentuk pada 1795.[29]
• Truseb: kerajaan bawahan kesultanan Aceh, yang sebelumnya merupakan bagian dari Federasi Hulubalang XII.
• Tulang Bawang: kerajaan hindu di daerah Tulang Bawang, Lampung.
• Tungkob: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Turateya
• Turing: kerajaan di Pulau Flores.

U
• Ubud: suatu keluarga raja dari Gianyar, di tenggara Bali.
• Ulu Tesso: kerajaan di Sumatera Timur. Kemudian menjadi Federasi Rantau.
• Umaclaran: kerajaan di Timor Barat
• Umassopoko
• Umbu Ratu Nggay: kerajaan di Pulau Sumba.
• Una Una: kerajaan di Pulau Togian di Sulawesi Tengah, didirikan abad ke-17.
• Unga: kerajaan bawahan Kesultanan Aceh.
• Ujung Pandang
• Unu

W
• Waai: kerajaan di Barat daya Ambon, Maluku.
• Waigama: kerajaan di Pulau Misool, barat Papua.
• Waigeo: kerajaan di barat Papua.
• Waihale
• Waijelu: kerajaan di Pulau Sumba.
• Waijewa: kerajaan di Pulau Sumba.
• Waila
• Waiwiku Waihale: negara independen atau semi-independen di Timor Barat (Timor Loro Manu).
• Wajo: kerajaan yang didirikan pada 1450 oleh pengungsi dari Luwu di daerah Bugis, Sulawesi Selatan.
• Wanokaka: kerajaan di Pulau Sumba.
• Watlaar: kerajaan di Maluku.
• Wertuar: kerajaan di timur Papua.
• Wojila: kerajaan di daerah Sumatra.
• Wolijita: kerajaan di Pulau Flores.

Y
• Yogyakarta: tahun 1755, Kesultanan Mataram di Jawa Tengah terpisah menjadi dua kerajaan, yaitu Yogyakarta dan Surakarta.
• Yotowawa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar