The Green School

The Green School
Jl. Jatiluhur Bloh H/4 Komplek Baranang Siang Indah

Senin, 01 November 2010

Belajar Menangis


Belajarlah menangis, tapi yang di maksud dengan menangis disini bukanlah menangis dalam sebuah skenario drama, atau dalam cerita sebuah film yang keseluruhannya di buat-buat sebagai bumbu, pelengkap dan penyempurna adegan sebuah jalan cerita yang tujuannya agar terlihat lebih dramatis dan bersifat metaforis. Dan juga menangis di sini bukan pula menangis guna kepentingan sebuah drama di atas panggung dan tertawa di belakang layar.

Dan jikalau seseorang menangis karena mendapatkan musibah, itu sudah biasa. Bila sekali waktu menangis karena merasakan sakit, dan itu sudah sering terjadi. Tangis menangis karena sebab seperti hal-hal tersebut adalah bersifat biasa dan wajar karena di sebabkan oleh timbul perasaan iba hati, rasa sedih, dan atau di karena merasakan rasa sakit.

Tetapi apakah pernah kita menangis tanpa sebab atau akibat yang belum pernah kita rasakan dan terjadi di dalam diri kita, atau terhadap lingkungan yang ada di sekitar kita? Serta apakah kita merasakan dan membayangkan suatu peristiwa yang belum pernah terjadi dan kita pun belum tahu kejadiannya, dan tidak pernah terbayangkan dalam benak kita sendiri, kemudian karenanya lebih dahulu kita menangis? Boleh jadi hal yang demikian belum pernah terjadi. Sebab bagaimana mungkin itu semua dapat terjadi kalau tidak dengan adanya sebuah pelantara sebab akibat? Apa yang kita dapat tangisi?

Tetapi semua hal tersebut dapat terjadi, tanpa sebuah pelantara sebab akibat kita dapat mengeluarkan setetes air mata, menangis. Tetapi dengan belajarlah menangisi diri sendiri di hadapan Tuhan.

Merenung sejenak sembari menyesali berbagai kekeliruan yang pernah kita alami sendiri selama ini, maka kemudian mulailah belajar untuk menangis. Air mata sebuah kepekaan jiwa yang menetes di keheningan malam, dengan di tengah suasana lantunan doa dan istighfar berangkat dari rasa kekhawatiran yang dalam, pertanda bahwasanya kita masih punya hati nurani.

Selayaknya kita merasakan sedih dan berduka cita jika kalau-kalau Dia (Allah) tidak berkenan dengan segala perilaku yang telah kita sendiri perbuatan selama ini. Sudah sepatutnya kita merasa khawatir jika kalau-kalau segala amalan ibadah yang selama ini telah kita perbuatan tidak di terima-Nya. Bahkan, kita harus merasakan penyesalan dan merasakan takut jikalau segala dosa-dosa yang mungkin telah kita perbuatan tidak terampuni.

Belajar menangis yang seperti itulah yang memang sudah selayaknya dijadikan tradisi bagi setiap insan (muslim). Tentu, bukanlah menagisnya yang telah menjadi objek dari sebuah persoalan maupun sebuah permasalah yang kita sedang hadapi. Tetapi untuk sebuah penyesalan terhadap ibadah yang selama ini kita lalaikan. Mungkin boleh jadi, kebiasaan dan perilaku seperti itu tak pernah tersentuh atau jarang kita lakukan.

Alangkah kagumnya ketika kita mengingat pada masa dulu, masa dimana kaum salafus shalih (orang-orang shalih terdahulu). Mereka adalah kaum dimana sangat patuh terhadap ajaran-ajaran dari keyakinan yang mereka percayai, mereka kaum yang tidak hanyalah mengerti tapi juga meresapi serta mengamalkan seluruh ajaran-ajaran Islam. Sehingga wajar ketika dibacakannya kepada mereka ayat-ayat Allah, lalu spontan bergetarlah hati mereka.

Lalu bagaimanakah dengan diri kitra sendiri? Sudahkah hati kita sudah dapat mampu bergetar pada saat ayat-ayat suci al-Qur'an itu dilantunkan? Sungguh alangkah indahnya bila kita semua termasuk kedalam orang-orang yang telah disebutkan oleh al-Qur'an, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka,dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal” (QS al-Anfal: 2). “Dan mereka mensyukuri atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu,” (QS al_Isra: 109).

Hati yang mati dan silau karena akibat oleh pengaruh gemerlapnya kebutuhan dunaiwi selamanya akan mengahapus perasaan khusyu'. Bila sudah sedemikian jauh, sesungguhnya alangkah betapa celakanya kita. Karena dalam kehidupan hari kita tak mampu menangis mengeluarkan air mata, maka sesungguhnya kita akan menangis dalam kehidupan lain (hari kiamat), sebagaimana Rasullah saw ingatkan, “Setiap mata akan menangis di hari kiamat kecuali mata yang telah mengeluarkan air mata karena takut kepada Allah dan mata yang terjaga di jalan Allah,”(HR Tumidzi). Karenanya, mari kini kita belajar menangis sebelum ditangisi atau menangis diri kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar